Sabtu, 30 November 2019

MEMPERKENALKAN TRADISI PERIBADATAN AGAMA BUDDHA


MEMPERKENALKAN TRADISI PERIBADATAN AGAMA BUDDHA




Judul Buku: Ibadat dan Kebiasaan Buddhis
Pengarang : Piyadassi Thera
Penerbit : Dharma Prima Niaga
Tahun Terbit : 2019
Tebal Halaman : 44 halaman


Ibadat dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di satu negara atau satu daerah bisa berbeda jauh dengan negara atau daerah lainnya. Demikian juga dalam agama Buddha yang memiliki tiga mazhab besar dan banyak sekte, ibadat dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pengikutnya sangatlah beragam. Di sini Piyadassi Thera selaku pengarang esai singkat ini, mengupas tradisi khas Buddhis yang lazim dilangsungkan di negaranya yakni Sri Lanka.

Dalam bagian pembukaan pengarang telah mewanti-wanti bahwa Buddha bukanlah sesosok dewa pencipta, satu reinkarnasi dewa, atau makhluk adibiasa lainnya, melainkan seorang manusia yang telah mencapai tingkat mental dan intelektual yang tertinggi. Dengan demikian bukan pada tempatnya jika seorang pengikutnya melakukan doa atau permohonan kepadanya. Demikian juga rahib Buddhis bukanlah penengah atau perantara yang menjembatani umat yang memohon sesuatu, untuk diteruskan kepada ia yang memiliki "kekuasaan adiduniawi".

Sekarang jika ada orang yang bertanya mengapa umat menyembah patung Buddha, bukankah sama saja jika ia memohon kepada Buddha. Bisa juga orang berpendapat bahwa umat Buddha adalah penyembah berhala, karena patung pun ikut disembah. Menurut penulis, sesungguhnya tidak ada persembahyangan atau pemujaan kepada obyek mati seperti itu. Di hadapan patung, benda itu hanya membantu mengingatkan umat tentang keagungan Sang Guru, yang diwakili oleh patung itu. Kalau pun ada unsur pemujaan, tindakan itu hanya sebentuk rasa terima kasih dan kekaguman kepada sang pembabar kebenaran.

Perihal upacara perkawinan yang diselenggarakan di vihara, orang luar juga sering salah memahaminya. Mereka mengira pasangan pengantin disahkan dalam satu ikatan perkawinan, dengan pengesahan oleh rahib Buddhis atau bhikkhu. Padahal menurut pandangan agama Buddha, bukanlah tugas seorang bhikkhu untuk mengurusi perkara duniawi umat awam. Seperti yang dicontohkan dalam esai ringkas ini, pasangan pengantin di Sri Lanka biasanya mengundang beberapa orang bhikkhu untuk menerima undangan makan siang beberapa hari sebelum dilakukan upacara perkawinan. Dengan begitu pasangan pengantin ini memperoleh peluang untuk melakukan kebajikan. Setelah makan siang, para bhikkhu yang diundang akan mendaraskan paritta suci dan memberikan khotbah singkat tentang perkawinan yang bahagia.

Perihal kematian, orang luar mengira jika seorang Buddhis meninggal dunia, jenazahnya pasti dikremasikan. Padahal penulis menegaskan bahwa umat Buddha yang meninggal dunia bisa dikremasikan atau dikuburkan. Pilihan mana yang akan diambil tergantung pada keputusan keluarganya. Melihat kondisi perkotaan dewasa ini, yang mana lahan pemakaman kian langka dan terbatas, maka kremasi dinilai memberikan solusi yang lebih baik.

Yang perlu diperhatikan di sini adalah jika salah seorang anggota keluarga kita sedang menghadapi kematian atau baru saja meninggal dunia, maka yang harus diupayakan adalah membuat kedamaian atau ketenangan pada batin orang yang akan atau baru meninggal dunia itu. Caranya tidak lain membacakan paritta di samping pembaringannya. Adalah lebih baik jika anggota Sangha turut membacakan paritta-paritta suci. Dengan begitu akan mengkondisikan agar sanak saudara kita itu dapat terlahir-kembali di alam yang menyenangkan.

Esai ini ditutup dengan pembahasan tentang manfaat paritta-sutta juga mengenai pentingnya umat memiliki buku paritta (yang disebut juga sebagai buku perlindungan) di rumah mereka. Dengan mendengarkan atau membacakan paritta disertai keyakinan yang mendalam dapat membuahkan kesejahteraan batin, yang selanjutnya akan membawa pada kesembuhan dan pencegahan dari marabahaya. Tentu saja untuk mendapatkan kesembuhan ada syarat-syarat lainnya yang mesti dipenuhi.

Booklet ini baik dibaca untuk mereka yang baru mengenal agama Buddha. Juga direkomendasikan pada mereka yang ingin memahami tradisi peribadatan agama Buddha lebih lanjut.


resensibuku/ibadatdankebiasaanbuddhis-piyadassi/sdjn/191130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar