APAKAH ADA MAHAPARINIRVANA SUTRA?
Judul Buku: Warisan Sang Buddha yang Terakhir,
Terjemahan dari Tipitaka Mandarin
Editor : Khantipalo Bhikkhu
Penerbit : Dharma Prima Niaga
Tahun Terbit : 2019
Tebal Halaman : 52 halaman
"Warisan
Sang Buddha yang Terakhir dikenal oleh sebagian kalangan sebagai "Buddha
Pacchimovada Parinibbana Sutta", yang saat ini hanya tersisa terjemahannya
dalam bahasa Mandarin. Naskah aslinya dalam bahasa Pali dan bahasa Sanskerta
sudah lama hilang. Sutra ini disusun oleh orang India yang bernama Acarya
Kumarajiva. Selanjutnya dari bahasa Mandarin, sutra ini diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris. Beruntunglah kita bahwasanya terjemahan bahasa Inggrisnya yang
terdiri dari tiga versi masih ada.
Atas upaya Y.M.
Bhikkhu Khantipalo (sebagai Editor) telah disusun kembali sutra ini sehingga
menjadi buku kecil, yang kini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Dharma Prima Pustaka. Editor telah menulis ulang sutra ini dan memberikan
istilah padanannya dalam bahasa Pali. Beliau pun telah memberikan satu
pengantar yang begitu bagus, hingga buku kecil ini lebih mudah dipahami oleh
para pembacanya. Pengertian tertentu diberikan sebagai tambahan keterangan dalam tanda-kurung dan catatan-kaki. Pada bagian terakhir beliau menambahkan adanya kesejajaran
pada penutup sutra ini dengan frasa yang terdapat pada Mahaparinibbana Sutta
(yang berasal dari kitab suci Digha Nikaya).
Jika kita
membaca Buddha Pacchimovada Parinibbana Sutta ini, maka nama yang cocok untuk
diberikan adalah Parinirvana Sutra, karena sutra ini dibabarkan persis pada
malam terakhir sebelum Sang Buddha mencapai parinirvana. Justru Mahaparinibbana
Sutta yang terkenal itu menceritakan kejadian sekitar satu tahun terakhir
kehidupan Sang Buddha hingga sisa jasmaninya diperabukan dan reliknya
dibagi-bagikan. Muatan terbesar sutra ini berisi nasihat yang penting yang
semestinya dijalankan oleh para bhikkhu dan bhikkhuni, jadi pantaslah sutra ini
disebut sebagai warisan terakhir dari Sang Guru.
Bagian awal
buku ini bercerita "Tentang Pengembangan Kebajikan di Dunia Ini" yang
terbagi menjadi tujuh butir, yakni: (1) Nasihat dalam Merawat Sila, (2) Nasihat
pada Pengendalian Batin dan Tubuh, (3) Nasihat Tentang Mengambil Makanan
Secukupnya, (4) Nasihat Tentang Tidur, (5) Nasihat untuk Menahan Diri dari
Kemarahan dan Keinginan-jahat, (6) Nasihat untuk Menahan Diri dari Kesombongan
dan Rasa Hina, dan (7) Nasihat tentang Sanjungan. Ketujuh nasihat ini ditujukan
untuk rahib buddis atau mereka yang telah meninggalkan keduniawian, tetapi
nasihat No. 1, 3, 5, 6, dan 7, juga relevan untuk dilatih oleh umat perumah
tangga. Jadi ada baiknya kita sering membaca ulang sutra ini, merenungkannya,
dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bagian
berikutnya sutra ini berturut-turut: "Tentang Keuntungan bagi Manusia
Agung Yang Pergi Menjadi Petapa Tak-berumah", "Daya Upaya
Sendiri", dan "Tentang Menghapuskan Semua Keraguan". Isi sutra
ini cukup ringkas dan padat serta menghabiskan tempat hanya sebanyak 33 halaman
saja.
resensibuku/warisansangbuddhayangterakhir-khantipalo/sdjn/191125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar