Senin, 25 November 2019

APAKAH ADA MAHAPARINIRVANA SUTRA?


APAKAH ADA MAHAPARINIRVANA SUTRA?







Judul Buku: Warisan Sang Buddha yang Terakhir,
Terjemahan dari Tipitaka Mandarin
Editor : Khantipalo Bhikkhu
Penerbit : Dharma Prima Niaga
Tahun Terbit : 2019
Tebal Halaman : 52 halaman


"Warisan Sang Buddha yang Terakhir dikenal oleh sebagian kalangan sebagai "Buddha Pacchimovada Parinibbana Sutta", yang saat ini hanya tersisa terjemahannya dalam bahasa Mandarin. Naskah aslinya dalam bahasa Pali dan bahasa Sanskerta sudah lama hilang. Sutra ini disusun oleh orang India yang bernama Acarya Kumarajiva. Selanjutnya dari bahasa Mandarin, sutra ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Beruntunglah kita bahwasanya terjemahan bahasa Inggrisnya yang terdiri dari tiga versi masih ada.

Atas upaya Y.M. Bhikkhu Khantipalo (sebagai Editor) telah disusun kembali sutra ini sehingga menjadi buku kecil, yang kini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dharma Prima Pustaka. Editor telah menulis ulang sutra ini dan memberikan istilah padanannya dalam bahasa Pali. Beliau pun telah memberikan satu pengantar yang begitu bagus, hingga buku kecil ini lebih mudah dipahami oleh para pembacanya. Pengertian tertentu diberikan sebagai tambahan keterangan dalam tanda-kurung dan catatan-kaki. Pada bagian terakhir beliau menambahkan adanya kesejajaran pada penutup sutra ini dengan frasa yang terdapat pada Mahaparinibbana Sutta (yang berasal dari kitab suci Digha Nikaya).

Jika kita membaca Buddha Pacchimovada Parinibbana Sutta ini, maka nama yang cocok untuk diberikan adalah Parinirvana Sutra, karena sutra ini dibabarkan persis pada malam terakhir sebelum Sang Buddha mencapai parinirvana. Justru Mahaparinibbana Sutta yang terkenal itu menceritakan kejadian sekitar satu tahun terakhir kehidupan Sang Buddha hingga sisa jasmaninya diperabukan dan reliknya dibagi-bagikan. Muatan terbesar sutra ini berisi nasihat yang penting yang semestinya dijalankan oleh para bhikkhu dan bhikkhuni, jadi pantaslah sutra ini disebut sebagai warisan terakhir dari Sang Guru.

Bagian awal buku ini bercerita "Tentang Pengembangan Kebajikan di Dunia Ini" yang terbagi menjadi tujuh butir, yakni: (1) Nasihat dalam Merawat Sila, (2) Nasihat pada Pengendalian Batin dan Tubuh, (3) Nasihat Tentang Mengambil Makanan Secukupnya, (4) Nasihat Tentang Tidur, (5) Nasihat untuk Menahan Diri dari Kemarahan dan Keinginan-jahat, (6) Nasihat untuk Menahan Diri dari Kesombongan dan Rasa Hina, dan (7) Nasihat tentang Sanjungan. Ketujuh nasihat ini ditujukan untuk rahib buddis atau mereka yang telah meninggalkan keduniawian, tetapi nasihat No. 1, 3, 5, 6, dan 7, juga relevan untuk dilatih oleh umat perumah tangga. Jadi ada baiknya kita sering membaca ulang sutra ini, merenungkannya, dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bagian berikutnya sutra ini berturut-turut: "Tentang Keuntungan bagi Manusia Agung Yang Pergi Menjadi Petapa Tak-berumah", "Daya Upaya Sendiri", dan "Tentang Menghapuskan Semua Keraguan". Isi sutra ini cukup ringkas dan padat serta menghabiskan tempat hanya sebanyak 33 halaman saja.


resensibuku/warisansangbuddhayangterakhir-khantipalo/sdjn/191125


Tidak ada komentar:

Posting Komentar