MEMBEDAH DHAMMAPADA
Judul Buku: Dhammapada Pesan Dari Zaman Kuno Yang Tetap Membumi
Pengarang : Bhikkhu Bodhi
Penerbit : Dharma Prima Niaga
Tahun Terbit : 2019
Tebal Halaman : 44 halaman
Kitab suci
Tipitaka yang jika dituangkan dalam bentuk buku akan memuat jumlah halaman yang
banyak sekali. Maka ada pikiran dari orang yang berpandangan praktis, bagaimana
kalau kita membaca ringkasannya saja. Ringkasan itu ada pada Dhammapada, yang
merupakan kumpulan 423 syair yang elok. Tentu saja pendapat ini berlebihan,
tetapi seperti yang dikemukakan oleh Bhikkhu Bodhi, pengarang esai ini,
terdapat keberagaman ajaran yang sedemikian luasnya di dalam Dhammapada.
Keberagaman
ajaran dalam syair-syair Dhammapada yang bernas dan intuitif, menurut
pengarang, juga diikuti oleh ketidakkonsistenan yang dapat membingungkan
pembaca yang pengertiannya masih dangkal. Misalnya ada banyak syair yang
memberikan kiat agar praktik-praktik tertentu dijalankan, yang mampu membawa
mereka ke surga. Sementara di syair yang lain, Sang Buddha mencela para
siswanya yang mendambakan surga serta sebaliknya memuji mereka yang tidak
berselera terhadap surga. Bagi pembaca yang bersangkutan mungkin mereka
berpendapat bahwa ajaran Sang Buddha penuh dengan kontradiksi.
Guna mengatasi
kesalahan persepsi seperti itu Bhikkhu Bodhi memberikan satu kutipan yang
berasal dari kitab Udana: "Seperti samudera luas yang hanya memiliki satu
rasa, yakni rasa asin; demikian juga Dhamma dan Vinaya hanya memiliki satu
rasa, yakni rasa kebebasan." Jadi meskipun ada keberagaman dalam makna dan
perumusannya, ajaran Buddha semuanya cocok bersama-sama membentuk sistem yang
koheren sempurna, yakni seluruhnya merupakan satu kesatuan dari sasaran
terakhirnya. Sasaran terakhir itu adalah kebebasan atau vimutti.
Untuk memahami
bagaimana Dhammapada secara keseluruhan berkontribusi pada sasaran
tertingginya, pengarang memberikan satu skematisme yang terdiri dari empat
tingkat instruksi. Keempat tingkat instruksi ini terbagi menjadi dua tingkat
perintah yang bersifat duniawi. Sedangkan dua tingkat perintah berkaitan dengan
transendensi, yang terbagi lagi menjadi tingkat jalan dan tingkat buah.
Tingkat pertama
dinamakan "Kebaikan Manusia Sekarang dan Disini", ditujukan pada
kebutuhan untuk menetapkan kesejahteraan umat manusia serta kebahagiaan dalam
ranah hubungan pribadi yang langsung terlihat. Patut digarisbawahi pengarang
mengemukakan kebahagiaan itu diantaranya menghilangkan konflik, yang mana
konflik membawa pada penderitaan yang masif pada individu, masyarakat, dan
dunia secara keseluruhan.
Tingkat kedua
adalah "Kebaikan Dalam Kehidupan-kehidupan Yang Akan Datang".
Kebaikan pada tingkat kedua ini serupa dengan kebaikan tingkat pertama, dengan
kebahagiaan yang akan menyertainya tidak terbatas di alam kehidupan yang
kelihatan, namun jauh ke masa depan yang tak terbayangkan dalam perjalanan
lanjutan individu yang bersangkutan mengarungi samsara.
Selanjutnya
tingkat yang ketiga tidak lain "Jalan Menuju Kebaikan Akhir",
menjelaskan kerangka teori bagi cita-cita untuk menggapai kebebasan akhir.
Kebaikan akhir ini berkaitan dengan disiplin praktik yang dapat membawa
cita-cita ini pada realisasinya, yakni pelaksanaan Jalan Mulia Beruas Delapan.
Kemudian pada
tingkat yang keempat adalah "Sasaran yang Tertinggi" merupakan buah
yang akan diperoleh setelah merampungkan tingkat yang ketiga. Tingkat keempat
adalah perayaan dan sambutan kegembiraan dari mereka yang telah memperoleh buah
sang jalan dan memenangkan sasaran yang terakhir.
Esai dalam booklet
ini patut dibaca oleh mereka yang ingin mengkaji lebih jauh pelajaran apa yang
bisa kita peroleh dari Dhammapada, dipandang dari kerangka ajaran Sang Buddha
secara keseluruhan. Walaupun esai ini tidak mengeksplorasi seluruh ayat-ayat
yang terdapat dalam Dhammapada, pembaca yang ingin melakukan penelitian yang
lebih mendalam dapat memulainya dengan memanfaatkan pedoman yang diberikan oleh
Bhikkhu Bodhi.
resensibuku/dhammapadapesandarizamankunoyangtetapmembumi-bhikkhubodhi/sdjn/191129
Tidak ada komentar:
Posting Komentar