JALAN
BARU MEMAHAMI FALSAFAH BUDDHIS
Judul Buku:
Katekismus Buddhis, Pengantar
Ajaran Buddha Gotama
Pengarang :
Subhadra Bhikshu (Friedrich Zimmermann)
Penerbit :
Dharma Prima Niaga
Tahun Terbit :
2019
Tebal Halaman :
190 halaman
Buku ini
ditulis ketika ajaran Buddha Gotama baru dikenal oleh masyarakat Barat.
Mengambil format tanya-jawab, Friedrich Zimmermann sang pengarang mengikuti langkah
pendahulunya Henry S. Olcott, dengan memberikan nama judul buku yang sama. Buku
ini terbagi menjadi empat bab, berturut-turut isinya (1) Pendahuluan, (2) Sang
Buddha, (3) Dhamma, dan (4) Sangha. Pada bab pertama Zimmermann mampu
menjelaskan secara jelas apa itu agama Buddha dan bagaimana menjadi seorang
Buddhis, rumusan tiga bimbingan, beserta makna yang terkandung di dalamnya.
Pada bab kedua
pengarang menceritakan riwayat hidup Sang Buddha secara ringkas, dengan
berpedoman pada Kanon Pali, yakni Kitab Suci Tipitaka. Ia juga menjelaskan
konsep kehidupan petapa, asketisme, ajaran kamma dan tumimbal-lahir, keberadaan
dewa, tiga pertanda yang khas Buddhis (menjadi tua, sakit, dan mengalami
kematian), serta pencerahan; yang mana semuanya itu merupakan konsep-konsep
yang asing bagi orang Barat pada masa itu. Zimmermann juga berupaya
membandingkan episode kehidupan Buddha Gotama dengan sosok Jesus, pendiri agama
Nasrani. Ia mencontohkan saat Sang Buddha dirayu oleh Mara dengan peristiwa
ketika Jesus digoda oleh Iblis; juga paralelisasi antara kisah-kisah Buddhis
dalam cerita Jataka dengan riwayat hidup Jesus seperti yang dituturkan oleh
para rasulnya.
Pada bab ketiga
yang mana ajaran Buddha mengambil porsi terbesar pada pembahasan buku ini,
dijelaskan Dhamma berdasarkan filosofi Buddha. Dengan bertitik tolak pada para
Buddha sang pencerah dunia ini dijelaskan keberadaan samsara, hukum-hukum
Kesunyataan, dan Nibbana. Selanjutnya pengarang menyajikan berbagai pertanyaan
tentang kamma dan dikaitkan dengan keberadaan makhluk-makhluk di alam semesta.
Kemudian dilanjutkan dengan tuntunan moralitas bagi umat awam maupun para
bhikkhu. Setelah itu pengarang masih membahas kategori perbuatan baik dan buruk
beserta implikasi akibatnya, dengan memuat berbagai persoalan yang sering
diwacanakan oleh umat awam. Tanya-jawab ini berlangsung cukup panjang hingga
mencakup 26 buah pertanyaan.
Pengarang juga
membahas masalah individualitas dilihat dari pandangan Buddha Dhamma disertai
penjelasan tentang lima khandha, satu ajaran yang cukup sulit dimengerti oleh
para pemula. Zimmermann juga masih membahas perbandingan antara agama Buddha
dengan agama lainnya seperti pertobatan dan penebusan dosa, sejauh mana
keyakinan terhadap Sang Buddha mampu menyelamatkan seseorang setelah
kematiannya, sikap seorang Buddhis terhadap mereka yang berbeda keyakinan
dengannya, sikap pasif seorang Buddhis, fungsi sembahyang dan pelaksanaan ritus
keagamaan lainnya, serta anggapan sikap pesimistis ajaran Buddha dan
bantahannya.
Bab terakhir
Katekismus Buddhis ini membahas persaudaraan para bhikkhu dan bhikkhuni, syarat
menjadi anggota Sangha, penahbisan dari status seorang siswa menjadi rahib
penuh, dan sekilas mengenai kehidupan bhikkhu dan aturan vinaya.
Pembaca yang
baru mengenal agama Buddha dianjurkan untuk membaca buku ini. Dengan penjelasan
yang runtut dan disertai dengan alasan yang mendasarinya, pembaca diajak
memahami realitas kehidupan ini menurut pemikiran dan filsafat Buddhis. Dari
sana pembaca diajak untuk berkontemplasi tentang kehidupan ini dan selanjutnya
dapat memahami bagaimana seseorang sampai memilih jalan kehidupannya sebagai
seorang rahib atau petapa. Inilah kunci memahami pikiran orang-orang yang
menganut keyakinan seperti ini. Dengan begitu pembaca dapat melihat ajaran
Buddha yang sesungguhnya, seperti yang diamanatkan oleh pengarangnya. Bagi para
pembaca pemula, disarankan untuk membaca dan mencernanya sedikit demi sedikit,
sambil direnungkan apakah ajaran yang diwartakan di dalamnya sesuai dengan
pengalaman hidup si pembaca.
Buku ini
disusun dengan apik disertai petikan-petikan yang bernas ditambah susunan
kalimat yang elok, namun bukan berarti tanpa kekurangan. Dari 170 pasangan
tanya-jawab dalam buku ini ada 93 buah catatan-kaki, berarti lebih dari separuh
tanya-jawab yang ada itu membutuhkan keterangan satu catatan-kaki. Untunglah
catatan-kaki diletakkan tidak jauh dari pertanyaan dan jawabannya. Jadi pembaca
mesti jeli membaca kandungan yang terdapat pada bagian tanya-jawab dengan
catatan kakinya. Catatan kaki mengacu pada kutipan dari kitab suci atau
pendapat pengarang sendiri. Inilah mungkin kekurangan dari buku ini: catatan
kakinya terlalu banyak.
resensibuku/katekismusbuddhis-subhadra/sdjn/191123
Tidak ada komentar:
Posting Komentar