Sabtu, 23 November 2019

JALAN BARU MEMAHAMI FALSAFAH BUDDHIS


JALAN BARU MEMAHAMI FALSAFAH BUDDHIS





Judul Buku: Katekismus Buddhis, Pengantar Ajaran Buddha Gotama
Pengarang : Subhadra Bhikshu (Friedrich Zimmermann)
Penerbit : Dharma Prima Niaga
Tahun Terbit : 2019
Tebal Halaman : 190 halaman


Buku ini ditulis ketika ajaran Buddha Gotama baru dikenal oleh masyarakat Barat. Mengambil format tanya-jawab, Friedrich Zimmermann sang pengarang mengikuti langkah pendahulunya Henry S. Olcott, dengan memberikan nama judul buku yang sama. Buku ini terbagi menjadi empat bab, berturut-turut isinya (1) Pendahuluan, (2) Sang Buddha, (3) Dhamma, dan (4) Sangha. Pada bab pertama Zimmermann mampu menjelaskan secara jelas apa itu agama Buddha dan bagaimana menjadi seorang Buddhis, rumusan tiga bimbingan, beserta makna yang terkandung di dalamnya.

Pada bab kedua pengarang menceritakan riwayat hidup Sang Buddha secara ringkas, dengan berpedoman pada Kanon Pali, yakni Kitab Suci Tipitaka. Ia juga menjelaskan konsep kehidupan petapa, asketisme, ajaran kamma dan tumimbal-lahir, keberadaan dewa, tiga pertanda yang khas Buddhis (menjadi tua, sakit, dan mengalami kematian), serta pencerahan; yang mana semuanya itu merupakan konsep-konsep yang asing bagi orang Barat pada masa itu. Zimmermann juga berupaya membandingkan episode kehidupan Buddha Gotama dengan sosok Jesus, pendiri agama Nasrani. Ia mencontohkan saat Sang Buddha dirayu oleh Mara dengan peristiwa ketika Jesus digoda oleh Iblis; juga paralelisasi antara kisah-kisah Buddhis dalam cerita Jataka dengan riwayat hidup Jesus seperti yang dituturkan oleh para rasulnya.

Pada bab ketiga yang mana ajaran Buddha mengambil porsi terbesar pada pembahasan buku ini, dijelaskan Dhamma berdasarkan filosofi Buddha. Dengan bertitik tolak pada para Buddha sang pencerah dunia ini dijelaskan keberadaan samsara, hukum-hukum Kesunyataan, dan Nibbana. Selanjutnya pengarang menyajikan berbagai pertanyaan tentang kamma dan dikaitkan dengan keberadaan makhluk-makhluk di alam semesta. Kemudian dilanjutkan dengan tuntunan moralitas bagi umat awam maupun para bhikkhu. Setelah itu pengarang masih membahas kategori perbuatan baik dan buruk beserta implikasi akibatnya, dengan memuat berbagai persoalan yang sering diwacanakan oleh umat awam. Tanya-jawab ini berlangsung cukup panjang hingga mencakup 26 buah pertanyaan.

Pengarang juga membahas masalah individualitas dilihat dari pandangan Buddha Dhamma disertai penjelasan tentang lima khandha, satu ajaran yang cukup sulit dimengerti oleh para pemula. Zimmermann juga masih membahas perbandingan antara agama Buddha dengan agama lainnya seperti pertobatan dan penebusan dosa, sejauh mana keyakinan terhadap Sang Buddha mampu menyelamatkan seseorang setelah kematiannya, sikap seorang Buddhis terhadap mereka yang berbeda keyakinan dengannya, sikap pasif seorang Buddhis, fungsi sembahyang dan pelaksanaan ritus keagamaan lainnya, serta anggapan sikap pesimistis ajaran Buddha dan bantahannya.

Bab terakhir Katekismus Buddhis ini membahas persaudaraan para bhikkhu dan bhikkhuni, syarat menjadi anggota Sangha, penahbisan dari status seorang siswa menjadi rahib penuh, dan sekilas mengenai kehidupan bhikkhu dan aturan vinaya.

Pembaca yang baru mengenal agama Buddha dianjurkan untuk membaca buku ini. Dengan penjelasan yang runtut dan disertai dengan alasan yang mendasarinya, pembaca diajak memahami realitas kehidupan ini menurut pemikiran dan filsafat Buddhis. Dari sana pembaca diajak untuk berkontemplasi tentang kehidupan ini dan selanjutnya dapat memahami bagaimana seseorang sampai memilih jalan kehidupannya sebagai seorang rahib atau petapa. Inilah kunci memahami pikiran orang-orang yang menganut keyakinan seperti ini. Dengan begitu pembaca dapat melihat ajaran Buddha yang sesungguhnya, seperti yang diamanatkan oleh pengarangnya. Bagi para pembaca pemula, disarankan untuk membaca dan mencernanya sedikit demi sedikit, sambil direnungkan apakah ajaran yang diwartakan di dalamnya sesuai dengan pengalaman hidup si pembaca.

Buku ini disusun dengan apik disertai petikan-petikan yang bernas ditambah susunan kalimat yang elok, namun bukan berarti tanpa kekurangan. Dari 170 pasangan tanya-jawab dalam buku ini ada 93 buah catatan-kaki, berarti lebih dari separuh tanya-jawab yang ada itu membutuhkan keterangan satu catatan-kaki. Untunglah catatan-kaki diletakkan tidak jauh dari pertanyaan dan jawabannya. Jadi pembaca mesti jeli membaca kandungan yang terdapat pada bagian tanya-jawab dengan catatan kakinya. Catatan kaki mengacu pada kutipan dari kitab suci atau pendapat pengarang sendiri. Inilah mungkin kekurangan dari buku ini: catatan kakinya terlalu banyak.


resensibuku/katekismusbuddhis-subhadra/sdjn/191123


Tidak ada komentar:

Posting Komentar