Jumat, 03 Januari 2020

PARITTA BUKANLAH DOA BUDDHIS


PARITTA BUKANLAH DOA BUDDHIS


Masyarakat umum yang menyaksikan upacara agama Buddha di vihara atau cetiya sering menganggap paritta yang berbahasa Pali sebagai doa buddhis. Jadi kalau umat beragama lain melantunkan doa-doa selagi mereka beribadat, maka umat Buddha juga dikatakan sedang berdoa sewaktu mereka melakukan puja bakti. Kebiasaan memanjatkan dan mendengarkan paritta sutta bermula seiring dengan lahirnya Buddha Dhamma. Adalah hal yang pasti bahwa pengulangan paritta sutta mampu menghasilkan kesejahteraan mental bagi mereka yang mendengarkannya dengan kepandaian dan keyakinan terhadap kebenaran kata-kata Sang Buddha. Dengan demikian paritta jelas bukan doa dalam agama Buddha, yang lewat pembacaannya umat memohon sesuatu kepada sesosok mahkluk adikuasa. Dalam esai ringkasnya Ven. Piyadasi Thera menjelaskan berbagai hal mengenai Paritta dalam bukunya Buddhist Observances and Practises yang terbit pertama kali pada tahun 1970. Booklet ini yang berjudul “Ibadat dan Kebiasaan Buddhis” telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Dharma Prima Niaga pada tahun 2019. Dan sejak tanggal 31 Desember 2019, buku ini secara resmi telah diluncurkan dan dijual di situs e-dagang (atau e-commerce). Ke depan buku ini bisa pula diperoleh di beberapa bursa vihara di Indonesia.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar