Rabu, 15 Januari 2020

MENGUPAYAKAN PENERBITAN BUKU-BUKU AGAMA DAN TRADISI KITA


MENGUPAYAKAN PENERBITAN BUKU-BUKU AGAMA DAN TRADISI KITA




Pada artikel pertama penulis telah memaparkan era disrupsi yang mengubah gaya hidup kita, sekaligus menggambarkan bahwa buku konvensional atau buku cetak masih berperan dalam kehidupan kita sehari-hari. Artikel berikutnya menceritakan perlunya kita mendukung literasi digital, yang jika mampu dimanfaatkan dengan benar, akan meningkatkan minat baca masyarakat dan nantinya akan membuat pengetahuan mereka semakin bertambah. Artikel ketiga mencoba menggambarkan seberapa jauh masyarakat luas mengenal agama dan tradisi kita. Lalu ada kabar mengenai dunia perpustakaan Indonesia yang kondisinya semakin menyedihkan. Penulis juga memberikan saran bagaimana perpustakaan seharusnya mentransformasikan diri agar mereka kembali menjadi dambaan masyarakat. Bagian terakhir dari rangkaian tulisan ini menyoroti perkembangan buku-buku agama Buddha dan kebijaksanaan dari Timur dalam beberapa tahun belakangan ini, serta apa yang akan dikerjakan oleh kami sebagai penerbit baru.

Sekarang terlebih dahulu kita melihat statistik perbukuan di Tanah Air. Dari data yang dikeluarkan oleh Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia), pada tahun 2005 ada 1.328 penerbit yang menjadi anggota Ikapi dan 109 penerbit yang ada di luarnya. Dari seribuan penerbit yang ada, hanya 771 penerbit yang aktif, yaitu mereka yang menerbitkan sekurang-kurangnya 10 judul buku per tahun. Rata-rata oplag per buku yang bisa dijual mencapai sekitar 3.000 eksemplar, dan hanya tiga persen dari judul buku yang terbit yang bisa mencapai tiras di atas 15,000 eksemplar, serta yang tiga persen ini pun didominasi oleh buku-buku pelajaran sekolah dasar. Kemudian, menarik untuk melihat berapa besar pangsa pasar untuk setiap jenis buku. Untuk maksud itu kita ambil penjualan buku di Toko Buku Gramedia pada Tahun 2014, yang kemudian disusun berdasarkan peringkatnya. Pada peringkat pertama diisi oleh Buku Anak dengan angka penjualan 10.135.778 eksemplar dengan nilai Rp 394.073.340.000. Kemudian menyusul Buku Religi dan Spiritual 3.421.197 eksemplar, dengan sebagian besar berupa buku-buku agama Islam. Selanjutnya di peringkat ketiga Buku Fiksi sebanyak 3.264.185 eksemplar, yang terdiri dari beragam genre. Data yang lebih baru, yakni yang dipublikasikan oleh London Book Fair 2019 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling aktif menerbitkan buku, yakni sebanyak 30 ribu judul buku. Indonesia mengalahkan Malaysia yang mencetak 19 ribu judul buku dan Thailand 17 ribu judul buku. Kita tidak boleh gembira, karena populasi penduduk kita jauh berlipat kali dibandingkan Malaysia.

Dengan melihat statistik di atas, boleh dikata bahwa buku fiksi dan buku agama / religi menempati urutan terbanyak yang berhasil dijual setelah buku anak dan buku pelajaran sekolah. Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, wajar buku-buku agama Islam mengambil porsi yang cukup besar, seperti yang bisa kita saksikan sendiri di  toko-toko buku yang mana banyak  rak-buku yang disediakan untuk memajang buku agama. Dari penerbit buku agama Islam yang terkenal bisa disebutkan antara lain Mizan, Al-Kautsar, Gema Insani, Azzam, dan masih banyak lagi. Buku "Sejarah Tuhan"   yang legendaris itu yang dikarang oleh Karen Armstrong edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Penerbit Mizan. Sejak beberapa tahun terakhir ini Mizan juga menggarap buku lainnya tidak melulu buku Islam saja. Berikutnya kita lihat sekilas penerbit buku-buku agama selain Islam. Penerbit buku agama Kristen antara lain BPK Gunung Mulia, Kalam Hidup, Gloria, Immanuel, dan lain-lain; penerbit buku agama Katolik antara lain Kanisius, Dioma, Obor, Ave Maria, dan lain-lain; penerbit buku agama Hindu, yang penulis ketahui hanya Penerbit Paramita. Sedangkan penerbit buku agama Konghucu penulis tidak berhasil menemukannya, meskipun buku-bukunya dalam berbagai judul diterbitkan oleh penerbit buku umum, diantaranya oleh Penerbit Binarupa Aksara. Sekarang siapa penerbit buku agama Buddha? Kami mencatat: Karaniya, Ehipassiko, Hadaya Vatthu, Lamrinesia, Insight Vidyasena, Dian Dharma, Indonesia Tipitaka Center, dan masih banyak lagi.

Dipandang dari segi bisnis, industri perbukuan di Indonesia bukanlah industri yang menjanjikan guna mendapatkan keuntungan. Yang pasti hanya industri perbukuan untuk memenuhi kebutuhan pelajaran sekolah yang pasti menghasilkan laba yang menggiurkan walaupun kesempatan untuk berjualan hanya setahun sekali. Seperti yang disebutkan di atas, oplah rata-rata setiap judul buku di Indonesia hanya berkisar antara 2.000 sampai 3.000 buah buku. Jumlah sebesar itu (atau hanya sebagian besarnya) pun butuh waktu satu sampai dua tahun untuk terjual. Sebuah buku akan disebut laris atau best seller jika dalam beberapa bulan bisa terjual 5.000 sampai 8.000 eksemplar. Buku best seller yang pernah merajai pasar buku di Tanah Air kita contohnya adalah "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata. Jangan bandingkan Indonesia dengan negara-negara lainnya di dunia. Buku Stephen Hawking, "A Brief History of Time", telah terjual jutaan eksemplar. Sementara edisi Indonesianya, "Riwayat Sang Kala", dengan penerbit Pustaka Utama Grafiti hanya mampu mendulang beberapa puluh ribu eksemplar saja. Jadi di negara maju seorang penulis terkenal bisa menjadi kaya raya cukup dengan menulis, tetapi di Indonesia hal itu tampaknya mustahil, apalagi para penerbit dan Pemerintah tidak berdaya melawan pembajakan buku.

Dengan besaran oplah yang relatif kecil dan masa edar buku di toko buku yang bisa berlangsung sampai dua tahun, persaingan diantara penerbit pun menjadi ketat.  Seperti yang terjadi di khazanah buku-buku agama Islam yang dipenuhi oleh aneka macam buku, toko buku sampai kewalahan menyediakan beberapa almari-pajang yang berisi ratusan judul buku. Untuk topik yang populer bahkan satu judul pun bisa diterbitkan oleh beberapa penerbit. Bagaimana dengan buku Buddhis? Dibandingkan dengan penerbitan buku-buku agama Islam, penerbitan buku-buku agama Buddha tidak ada apa-apanya. Di atas telah disebutkan sejumlah penerbit buku agama Buddha, namun pihak yang menerbitkan buku sesungguhnya lebih banyak. Terkadang kumpulan individu atau vihara menerbitkan buku mereka sendiri. Penerbitan buku dengan cara swadaya dilakukan dengan cara mengumpulkan sumbangan sukarela dari umat sampai diperoleh jumlah dana yang memadai. Setelah dana terkumpul, buku baru dicetak sesuai kebutuhan, dan setelah selesai buku dibagikan secara gratis di lingkungan komunitas mereka. Biasanya buku dicetak berlebih, agar ada jatah untuk dibagi-bagikan kepada vihara, sekolah, atau dhammaduta.

Di atas penulis telah mencoba menggambarkan industri perbukuan di Indonesia dengan berbagai tantangan dan kesulitannya. Sekarang kita melihat kondisi perbukuan khususnya buku-buku agama Buddha (dan juga untuk ajaran Konfusius dan Tao), dilihat dari kacamata umat selaku konsumen buku. Dulu sekitar tiga atau empat tahun yang lalu buku-buku agama Buddha masih bisa dijumpai di toko buku besar seperti Toko Buku Gramedia. Sekarang dengan adanya disrupsi, buku-buku agama selain tentunya untuk buku agama Islam, semakin sukar didapatkan di toko buku umum. Buku agama Buddha hanya bisa diperoleh dari toko atau kios yang umumnya berada di kompleks vihara dan disatukan dengan barang dagangan lainnya yakni perlengkapan sembahyang. Keragaman buku-buku itu pun jauh dari lengkap. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jika pertanyaan itu diajukan kepada pihak toko atau kios, mereka akan menjawab hanya sedikit orang yang datang ke sana menanyakan buku. Buku agama tidak lagi dilirik orang, kecuali buku cerita berbentuk komik atau sejenisnya yang diperuntukkan bagi anak-anak. Namun jika kita bertanya kepada umat yang sering membaca buku, mereka enggan untuk melirik buku yang ada dengan alasan bukunya hanya itu-itu saja dan jarang ada buku terbitan baru. Jadi penjual mengatakan buku tidak laku karena sedikit pembelinya, sedangkan pembeli bilang tidak berminat membelinya karena stok buku yang ada hanya sedikit. Penulis menyimpulkan masalah ini seperti lingkaran setan, yang tidak diketahui lagi penyebabnya.

Jika Anda seorang dosen atau orang yang serius mempelajari Dhamma dan ingin mencari buku agama, dimana Anda akan mencarinya? Anggap Anda sudah tahu  judul buku  dan pengarangnya. Lalu Anda bisa melakukan pencarian di internet. Setelah memasukkan kata kunci di mesin pencari, dalam beberapa detik akan muncul satu atau beberapa hasil. Biasanya buku yang Anda cari dijual secara online. Jika Anda merasa cocok dengan penawaran yang diberikan, Anda dapat langsung membelinya. Anda harus bersyukur jika ternyata buku tersebut masih baru dan bersegel. Bagaimana jika Anda hanya ingin melihat dahulu dan hanya ingin meminjamnya, karena Anda hanya perlu beberapa halaman atau bagian dari buku itu yang hendak Anda kutip? Berarti Anda harus mencarinya di perpustakaan Buddhis atau Perpustakaan Nasional. Anggap Anda ingin mencarinya di perpustakaan Buddhis. Celakanya perpustakaan Buddhis belum mampu menyediakan daftar buku mereka secara online. Setelah menjelajah dunia maya, penulis menemukan situs Dharmayana yang telah memiliki daftar buku yang bisa diakses langsung. Meskipun koleksi bukunya tidak terlalu banyak, upaya Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Tarumanagara Jakarta ini patut diacungi jempol. Ketiadaan daftar buku pada kebanyakan perpustakaan Buddhis memaksa kita untuk mendatangi perpustakaan itu satu demi satu, yang membuat pencarian buku Dhamma menjadi tidak efektif lagi.

Seperti yang disebutkan di atas, banyak buku Buddhis yang sebetulnya merupakan buku yang bagus, yang diterbitkan secara swadaya, yakni dari umat, oleh umat, dan untuk umat. Penerbitan model ini mengandalkan partisipasi umat dan diperuntukkan bagi umat, yang menyediakan kesempatan bagi umat untuk berdana dan hasilnya sebagian juga untuk umat itu sendiri. Kekurangan model ini biasanya baru dirasakan beberapa tahun kemudian. Setelah panitia yang menerbitkan buku itu pergi entah kemana, buku yang mereka pernah  terbitkan juga menghilang dan sulit didapatkan bahkan di perpustakaan Buddhis sekali pun. Juga tidak ada edisi penerbitan itu yang di serahkan kepada Perpustakaan  Nasional, sehingga sulit bagi akademisi Buddhis untuk melacaknya. Masih beruntung kita jika menemukan buku tadi di pasar loak karena pemilik asalnya tidak membutuhkannya lagi. Inilah kekurangannya kalau boleh dikata. Penerbit buku dadakan itu kalau kita ingin melacaknya, juga susah untuk menghubungi mereka. Setelah tugas menerbitkan buku selesai mereka pun bubar. Tidak terpikir jika di masa depan mungkin dibutuhkan cetak ulang atau naskah yang ada perlu untuk direvisi.

Keluhan yang menyebutkan bahwasanya buku Dhamma yang beredar hanya itu-itu saja sesungguhnya menggambarkan bahwa tidak banyak penulis Buddhis di Indonesia yang mampu menulis artikel dan buku yang menarik dan bermutu. Banyak buku yang bagus dan bermutu di Indonesia, yang berasal dari naskah penulis asing, yang bukunya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (biasanya dari teks berbahasa Inggris). Untuk umat Buddha yang merupakan golongan minoritas di Indonesia, acuan untuk mencari ilmu ke negara-negara Buddhis adalah pilihan yang tepat. Buku-buku bisa diambil dari Thailand, Myanmar, Tiongkok, India, Tibet, Sri Lanka, dan lain-lain.

Sekarang kita periksa dulu naskah apa yang patut kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Contohnya adalah kitab suci Tipitaka. Dari tiga keranjang ini hanya Sutta Pitaka yang telah tersedia lebih dari separuhnya dalam bahasa Indonesia, mengingat empat Nikaya (Digha Nikaya, Majjhima Nikaya, Samyutta Nikaya, dan Anguttara Nikaya) sudah ada serta beberapa kitab dari Khuddaka Nikaya. Sedangkan untuk  kedua Pitaka yang Lainnya masih sedikit. Buku Komentar atau Sub-Komentar pun juga demikian, apalagi kitab suci yang berbahasa Sanskerta, Mandarin, dan Tibet. Seperti yang penulis kemukakan sebelumnya, yang kita perlukan sekarang ini adalah buku-buku referensi.

Mengapa buku referensi diperlukan? Buku referensi diperlukan untuk menunjang pendidikan tinggi agama Buddha. Kita sudah memiliki beberapa STAB (Sekolah Tinggi Agama Buddha), diantaranya STAB Nalanda, STAB Negeri Sriwijaya, STAB Kertarajasa, STAB Dharmaduta, dan masih ada beberapa lagi. Dari STAB tersebut bahkan ada yang  sudah membuka program S2.  Di perguruan tinggi, yang diperlukan adalah buku-buku referensi dan jurnal ilmiah. Kita sendiri sudah tahu kualitas penguasaan bahasa Inggris lulusan SMA dan SMK di republik ini, apalagi di perguruan tinggi mereka diharuskan mencerna buku teks  keagamaan yang menggunakan istilah-istilah yang lebih teknis. Dengan adanya buku referensi terjemahan dalam bahasa Indonesia, penguasaan materi kuliah akan lebih terakomodir

Jika kita ingin menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kita bisa mencontoh bangsa Jepang. Sampai pertengahan abad ke-19 Negeri Matahari Terbit tidak diperhitungkan untuk bersaing dengan bangsa-bangsa Eropa yang lebih maju. Perubahan mulai terjadi pada masa Kaisar Mutsuhito (1868-1912) yang terkenal dengan gelarnya Tenno Meiji. Berbagai macam buku berbahasa asing terutama buku sains dan teknologi berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.  Demikian pula buku tentang peradaban dan kebudayaan Barat, karya sastra, sampai kepada buku ilmu pengetahuan praktis.  Masa sang kaisar berkuasa dikenal sebagai Era of Enlightenment atau zaman pencerahan. Sebagai buah manisnya, Jepang merupakan negara Asia pertama yang menjadi negara maju.

Sebagai penerbit baru, kami dari Dharma Prima Niaga berupaya menerjemahkan buku-buku referensi yang berasal dari negara Buddhis. Dalam upaya kerja sama dengan penerbit buku Buddhis di luar negeri, kami telah ditunjuk oleh Buddhist Publication Society yang berkedudukan di Sri Lanka untuk menerjemahkan buku-buku agama Buddha dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kami menyadari adalah tugas berat untuk menerjemahkan karya-karya tersebut mengingat banyaknya buku disertai tingkat kesulitan yang tinggi. Untuk itu kami mengundang para penerjemah untuk ikut berkiprah di dalamnya. Kami pun menantikan pengarang lain di dalam negeri untuk menerbitkan karya-karya mereka. Dengan begitu menerbitkan buku-buku agama dan tradisi kita, dapat kami emban. Semoga.


penerbitan&perbukuan/sdjn/191119

Tidak ada komentar:

Posting Komentar