"Tak kenal, maka tak sayang;
Kucing ditabrak, jabatan bakal dimutasi; Kucing disiram, turunlah hujan lebat;
Kucing dibunuh, usahanya mengarah pada kebangkrutan; Makan daging Kucing, akan
kena sakit syaraf; Ini namanya: 'Takhyul Kucing'.
Daun sirih ditaruh di sepatu, dia akan
lulus ujian; Daun sirih dimasukkan ke saku kanan, membuatnya berwibawa; Daun
sirih diselipkan ke saku kiri, orang ini akan disayang pacar; Ini namanya: 'Takhyul
Sirih'.
Pohon kuping gajah tumbuh di halaman,
sanggup membawa rejeki; Pohon mawar di kebun, pula akan mengundang hoki; Pohon
sawo kecik di taman, akan mendatangkan kehormatan; Pohon kamboja di pekarangan,
mampu mendatangkan roh-halus; Ini namanya: 'Takhyul Pohon'.
Batu akik, pemakainya berwibawa dan
berani; Batu pirus, orangnya akan selamat dan sejahtera; Batu cempaka di
jarinya, mendatangkan harta dan tahta; Batu kecubung dipakai, dia akan dikaruniai
kelemahlembutan dan cinta-kasih; Batu nilem membuat pemakainya mujur dan
panjang umur; Batu combong akan menganugerahkan asmara dan cinta; Ini namanya:
'Takhyul Batu Cincin'.
Ini takhyul yang ada di Indonesia; Tak
kenal maka tak sayang; Tidak percaya pun tak jadi apa; Percaya pun tak ada yang
melarang."
(Ibay, E., 1001 Takhyul di Indonesia, Penerbit Fikahati Aneska, Jakarta, 1991)
Jadi apa itu takhyul atau takhayul?
Menurut Wikipedia, takhyul adalah kepercayaan atau praktik apa pun yang
dianggap oleh non-praktisi sebagai irasional atau supranatural, dikaitkan
dengan nasib atau sihir; yang mana orang yang percaya pada tahkyul mampu
merasakan pengaruh kekuatan supranatural, atau merasakan ketakutan atas hal
yang tidak bisa dipahaminya itu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, takhyul adalah sesuatu yang hanya ada dalam khayalan belaka. Di
bangku sekolah, guru kerap mengajarkan para muridnya untuk tidak percaya kepada
takhyul; karena takhyul dianggap bersumber pada sesuatu yang mustahil, tidak
masuk akal, kampungan, dan jauh dari pola pikir dan gaya hidup orang modern.
Jadi takhyul adalah istilah yang mempunyai konotosi negatif, yang sebaiknya dijauhkan
dan dienyahkan dari pandangan kita.
Kita ambil 'Takhyul Kucing' di atas.
Sebagian orang Indonesia percaya bahwa kucing adalah hewan yang patut dihormati
dan disayang. Kepecayaan ini masih diyakini orang banyak. Buktinya jika ada
kucing melintas di jalan raya, pengendara sepeda motor atau mobil jauh-jauh
sudah mengerem kendaraannya, agar dia tidak menabrak kucing. Jika kucing itu
sampai tergilas hingga tewas oleh wahana yang dikendarainya, mereka percaya
bahwa setelah mencelakakan kucing orang yang melakukannya pasti tertimpa
musibah, misalnya akan mengalami kecelakaan pada sisa perjalanan yang
berikutnya. Untuk menangkalnya, kucing malang itu wajib dikubur dengan
penghormatan yang layak. Padahal guru sudah mencekoki sejak dulu, agar kita
seyogianya tidak mempercayai hal-hal yang irasional, tetapi kenyataannya
masyarakat kita masih mempercayai 'takhyul kucing' tersebut.
Jika ada orang hendak menginap di satu
hotel dan ketika akan check in
resepsionis memberinya kamar bernomor '13', maka besar kemungkinan calon tamu
ini akan menolaknya. Dia akan berusaha meminta kamar dengan nomor lain, atau
bahkan membatalkan niatnya untuk menginap di sana. Mengapa? Sudah tertanam di
masyarakat bahwa angka tiga-belas itu pembawa sial atau pembawa malapetaka.
Kepercayaan ini bukan saja telah meracuni masyarakat Indonesia saja, tetapi
juga dianut oleh sebagian besar penduduk dunia. Untuk menyiasatinya pengembang
yang membangun rumah, hotel, atau apartemen menghindari angka '13', dan
menggantinya dengan angka '12A', atau melompatinya sehingga setelah '12' akan langsung
dinamakan '14' atau '15'.
Jika orang barat atau Indonesia percaya
bahwa angka '13' itu tidak baik, masyarakat Tiongkok dan Asia Timur lainnya (termasuk
Jepang) mengalami tetraphobia atau
'takut terhadap angka 4'. Mengapa demikian? Masyarakat Tionghoa kerap mengait-kaitkan
persamaan-bunyi atau homophone untuk
karakter atau aksara yang mereka pakai sehari-hari. Misalnya untuk persembahan
dalam persembahyangan, orang suka menyediakan buah 'srikaya', semata-mata
karena ada frasa 'kaya' yang berarti sesuatu yang memang dicita-citakan
olehnya. Sebaliknya mereka menghindari pemberian 'pepaya' karena mengandung frasa
'payah', yang bermakna sesuatu yang sebaiknya disingkirkan. Nah, angka empat
itu, 'Sì' (Mandarin) atau Sù (Hokkian) atau 四, dan ini mirip bunyinya (padahal intonasinya
berbeda) dengan karakter 'Sǐ' (Mandarin) atau 'Sú' (Hokkian) atau 死, yang bermakna 'mati'. Jadi Anda pembaca tidak usah heran
jika pergi ke satu gedung bertingkat dan tidak mendapatkan Lantai-4. Orang
Tionghoa memberikan penomoran '1', '2', '3', lalu '5' (angka '4' dihindarkan).
Bukan saja angka empat tok, tetapi
angka berapa pun yang mengandung angka empat. Di Tiongkok Daratan yang
menggunakan bahasa Mandarin, angka '14' (十四,Shísì) terdengar seperti 'sudah mati' atau 是死 (Shì sǐ), yang lebih fatal dibandingkan angka
'4' itu sendiri. Juga angka '74' atau 七十四 (Qīshísì) mirip bunyinya dengan 其实死(Qíshí sǐ) atau
'sesungguhnya sudah mati'. Selanjutnya orang Tionghoa Daratan menghindari
memiliki nomor telepon seluler yang mengandung angka empat, menghindari
menyebut angka '4' ketika mengunjungi orang sakit, atau memberikan hadiah
sebanyak empat item.
Dari mana asalnya kepercayaan seperti
itu atau yang kita namakan takhyul? Tidak ada orang yang tahu, namun bisa kita
asumsikan bahwa ada satu peristiwa di masa lampau – baik atau pun buruk – yang
berlangsung berulang-ulang dan terjadi secara konsisten; sehingga membuat orang
percaya dan menerima hal itu sebagai kebenaran. Jadi konon di satu masa yang
entah kapan di negara antah-berantah, seekor kucing hitam lewat di tepi jalan.
Tiba-tiba di jalan itu muncul dua kereta kuda berpapasan dari arah berlawanan,
dan keduanya yang dikendalikan secara serampangan saling bertabrakan hingga
membuat pengendaranya tewas. Pada kesempatan lain, seekor kucing hitam melompat
ke atas tempat tidur orang yang sedang sakit, lalu tidak berapa lama kemudian
si sakit pun meninggal dunia. Lain waktu pada satu malam saat bulan purnama,
orang-orang melihat seekor kucing hitam menyeberang jalan; dan tak lama
kemudian di sekitar tempat itu berjangkit wabah penyakit. Kucing hitam di sini
adalah kucing yang sekujur tubuhnya berbulu hitam-legam. Jadi bisa disimpulkan
bahwa kucing hitam yang nampak secara tiba-tiba akan membawa sial.
Di dunia nyata pun pernah terjadi
kejadian yang tidak mengenakkan dan ini terjadi di negara adidaya. Anda pasti
mengenal perjalanan ke bulan yang dilakukan oleh wahana-antariksa seri Apollo
dari Amerika Serikat. Dari sejak peluncuran Apollo 7 lanjut ke Apollo 8 hingga
Apollo 9 dan Apollo 10, kemudian dipuncaki oleh perjalanan Apollo 11, yang
menorehkan tinta emas dalam prestasi umat manusia. Wahana ini berhasil mendarat
di permukaan bulan pada misi yang berlangsung 16 hingga 24 Juli 1969, dan
manusia pertama berhasil berjalan-jalan di bulan. Selanjutnya perjalanan
menjelajahi dan mendarat di bulan dilakukan oleh misi Apollo 12 hingga Apollo
17. Dari enam perjalanan ini lima misi berhasil dirampungkan dengan sempurna,
kecuali pada satu misi perjalanan. Misi yang gagal terjadi sewaktu Apollo 13 diluncurkan
dari 11-17 April 1970, dan waktu itu terjadi musibah di tengah perjalanannya
ketika ada satu tangki oksigen yang dibawanya meledak. Masih mujur! Tiga astronaut
yang ada di dalamnya berhasil pulang kembali ke bumi dengan selamat. Jadi
nampaknya angka '13' ini tidak membawa keberuntungan; percaya atau tidak
percaya!
Takhyul merambah ke berbagai aspek
kehidupan seperti yang ingin penulis kemukakan melalui contoh-contoh berikut
ini. (1) Jangan bangun siang-siang. Nanti rejekinya habis dipacok ayam. (2) Orang yang memasak makanan yang terlalu asin,
pertanda dia sudah kebelet kawin. (3)
Setelah melayat orang mati di rumah duka atau kuburan, hendaknya mencuci muka
dengan air sebelum masuk ke dalam rumah. Jika tidak dilakukan, maka akan
diikuti oleh arwah orang tersebut, dan bakal mendatangkan kesialan, sakit, atau
sawan. (4) Dianjurkan membunyikan klakson di perempatan atau pertigaan saat
berkendara di jalan yang gelap dan sepi di malam hari, agar tidak menabrak
makhluk halus yang tinggal di sana. (5) Wanita yang rambutnya berkeriting-kasar
dan bergelombang-besar, bermata sayu layaknya sedang mengantuk, dan berkulit hitam-manis;
adalah perempuan bernasib baik, pembawa berkah dalam keluarga, sehingga
suaminya tidak kesulitan mencari uang. Namun wanita tipe ini sifat cemburunya
besar dan selalu curiga pada suaminya.
Kita jangan memandang negatif dan sinis
bahwa semua takhyul itu sesuatu yang tidak bermanfaat, karena sebetulnya di
dalamnya tersirat nasihat dan pelajaran yang ingin disampaikan orang tua zaman
dulu kepada anak-anaknya. Seperti contoh nomor 1 di atas sebetulnya berisi
nasihat. "Jangan bangun siang-siang", yang berisi petuah agar orang
memulai harinya pada pagi sesaat setelah fajar menyingsing agar waktu yang
berharga bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. "Rejeki dipacok ayam" kedengarannya janggal karena makanan ayam tidak
sama dengan makanan manusia. Mana ada orang harus mencari nafkah sedemikian
rupa, sehingga harus berebut dengan ayam? Sebenarnya ini adalah semacam
sindiran. Ayam saja sudah bangun pagi-pagi buta dan mengais-ngais tanah untuk
mendapatkan makanan, sedangkan manusia masih bermalas-malasan. Dalam Sigālovāda
Sutta, Sang Buddha bersabda, "Enam bahaya akibat kebiasaan menganggur atau
bermalas-malasan." "... Ia berkata: 'terlalu dingin' dan ia tidak
bekerja; ia berkata: 'terlalu panas' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu
pagi' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu siang' dan ia tidak bekerja;
ia berkata: 'terlalu lapar' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu kenyang'
dan ia tidak bekerja. Dengan demikian semua yang harus ia kerjakan tetap tidak
dilakukannya. Harta kekayaan baru tidak ia peroleh, dan harta kekayaan yang
sudah ia miliki menjadi habis."
Contoh nomor tiga sebetulnya berasal
dari tradisi, termasuk kebiasaan yang diyakini oleh keluarga penulis. Mama
almarhumah selalu mengingatkan agar kami selalu mencuci muka dengan air sebelum
memasuki rumah. Jadi beliau sudah menyediakan air di dalam ember di depan pintu,
sebelum kami pergi melayat orang yang meninggal. Pada saat penulis masih
kanak-kanak dan belum mengerti apa makna dibalik ritual cuci-muka itu, kami
semua dengan patuh melaksanakannya. Memang ada beberapa pantangan dalam budaya
Tionghoa yang berkaitan dengan kontak terhadap jenazah, yang akan penulis ceritakan
dalam tulisan-tulisan yang akan datang. Yang jelas, mencuci muka, bahkan
sekarang disarankan untuk mandi sekalian keramas, sekaligus memasukkan pakaian
bekas ke tempat cuci; adalah kiat yang harus diterapkan dalam masa pandemi
Covid-19 sekarang ini.
Contoh takhyul nomor empat ini berasal
dari agama setempat di Indonesia. Masyarakat Nusantara percaya ada makhluk
halus yang mendiami lokasi yang 'angker', tidak terkecuali tempat yang sepi di
pertigaan atau perempatan jalan. Umat Buddha saja percaya akan keberadaan peta atau makhluk hantu, yang ternyata
bertempat tinggal di banyak tempat. Lalu apa perlu membunyikan klakson di malam
hari ketika melewati tempat mereka tinggal, agar mereka menyingkir dan tidak
tertabrak? Mungkin benar ada makhluk-makhluk peta yang tinggal di sana, tetapi kita seharusnya tetap berkendara
dengan hati-hati dan disertai tingkat kewaspadaan yang tinggi. Alih-alih
membunyikan klakson, seyogianya kita memancarkan metta, bergumam seraya membisikkan: "Semoga semua makhluk
hidup berbahagia" atau "Sabbe sattā
bhavantu sukhitattā".
Orang zaman sekarang dengan bangganya
berkata: "Kami orang yang rasional, kami tidak percaya pada takhyul."
Apakah ungkapan itu benar? Memang salah satu ciri takhyul adalah isinya yang
tidak logis, atau berlawanan dengan ilmu pengetahuan modern. Tetapi apakah
benar manusia zaman kita telah terbebas dari irasionalitas atau sesuatu yang
tidak masuk akal? Cornelis Anthonie van Peursen (lahir 1920), seorang filsuf
kebudayaan Belanda, dalam bukunya Strategie van de
Cultuur (buku ini telah diindonesiakan dengan judul Strategi Kebudayaan), menulis: "Keberadaan irasionalitas
biasanya dihubungkan dengan budaya yang ada pada masyarakat. Kebudayaan
merupakan perwujudan dari kehidupan oleh setiap orang maupun setiap kelompok.
Adanya tayangan iklan yang mengandung unsur kebudayaan pada masyarakat akan
berpengaruh pula terhadap kebiasaan atau budaya yang ada pada masyarakat
tersebut." Kutipan tesebut membuktikan bahwa kebudayaan dapat meliputi
semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia, seperti cara seseorang dalam menyikapi
atau menghayati suatu kematian, tata cara seseorang dalam berpakaian, cara mengolah
makanan, cara berkehidupan dalam masyarakat, cara menyambut sesuatu hal atau
peristiwa yang dianggap penting, dan sebagainya.
Barangkali contoh sederhana ini
bisa membuat Anda mengerti bagaimana orang modern bisa terjebak dalam
irasionalitas. Sebenarnya Anda tidak terlalu ambil pusing perihal uang tabungan
Anda yang tidak seberapa besar jumlahnya yang disimpan di satu rekening bank.
Dengan tingkat bunga yang tidak seberapa, bunga yang dihasilkan setiap tahunnya
pun tidak berarti, namun uang itu tersimpan dengan aman. Akan tetapi daya bujuk
sang influencer, teman yang baru Anda
kenal, itu sungguh luar biasa. Dia bisa membujuk Anda menciptakan khayalan atau
pemikiran artifisial seperti ini:
“Bahwa dengan menyimpan uang Anda ketimbang menabungnya di Bank, Anda cukup
mendepositokan sejumlah uang di rekening tertentu. Kemudian, pemilik dana
menebak apakah pasar akan jatuh atau naik dan pengguna juga diminta untuk
memilih durasi waktu bertaruh. Adapun waktunya terdiri dari dua pilihan, yakni
dalam jangka waktu yang singkat ataupun panjang. Setelah memasuki batas waktu,
maka trading akan ditutup secara
otomatis. Jika tebakan Anda benar, maka Anda berhak mendapat keuntungan
sesuai dengan asset yang
didepositkan. Akan tetapi, jika tebakannya salah, maka pengguna akan kehilangan
sejumlah uang yang telah diinvestasikan. Sang influencer melanjutkan: "Ayolah, nanti Bapak/Ibu kami
undang untuk melihat presentasi kami di Zoom.
Pembawa acaranya seorang aktris terkenal dan ada juga seorang crazy rich." 'Khayalan' itu pun merasuki
pikiran Anda, memperlemah daya kritis Anda, sampai pada akhirnya Anda berkata:
"Aku ikut."
Maka mulailah Anda berinvestasi.
Mulanya cuma satu juta rupiah, dan dalam tempo tidak terlalu lama sudah ada
hasilnya. Puas karena uang simpanan bertambah, Anda tambah lagi investasinya hingga
lima juta, dan selang berapa lama simpanan Anda bertambah lagi. Kemudian Anda
menggandakan lagi taruhan Anda, bahkan sampai meminjam dana dari saudara. Namun
mujur tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Model skema investasi yang
Anda ikuti tiba-tiba ditutup oleh Pemerintah, karena masyarakat mengadu akibat
ditipu oleh pihak penyelenggara. Sekarang tidak jelas nasib investasi Anda yang
ditanam di sana. Anda dan puluhan ribu nasabah lainnya hanya bisa nangis-bombay, karena simpanan tersebut
telah raib entah kemana.
Jadi benar apa yang dikatakan oleh Cak
Nun atau Emha Ainum Nadjib berikut ini: "Program-program pembangunan kita
memacu takhayul: mengetalasekan beribu-ribu jenis konsumsi yang tak sejati,
yang sebenarnya belum tentu dibutuhkan oleh konsumen. Iklan-iklan industri
adalah kendaraan budaya yang mengangkut jutaan manusia dari terminal kebutuhan
ke terminal nafsu, dari kesejatian ke kepalsuan. Mereka dicetak untuk merasa
rendah dan bahkan merasa tak ada, apabila tidak memiliki celana model ini dan
kosmetik model itu. Merek-merek dagang adalah strata takhayul dan klenik. Para
pasien di rumah sakit budaya tinggi, budaya gengsi, budaya kelas priayi,
menyerbu warung-warung status modernitas, bukan untuk membeli barang, melainkan
membeli anggapan-anggapan tentang barang. Salah satu wajah dunia industri
modernitas adalah takhayul konsumtivisme, yang menjadi sumber bidang persaingan
ekonomi, pergaulan kekuasan politik, hingga penyelewengan hukum
(https://caknun.com/2022/takhayul_konsumtivisme).
sdjn/dharmaprimapustaka/220824
Tidak ada komentar:
Posting Komentar