Rabu, 10 Agustus 2022

AMBEDKAR


 

Pada kesempatan ini penulis akan mengajak para pembaca mengikuti kisah hidup seorang reformis sosial dan pemimpin politik India yang lahir menjelang pergantian abad ke-20 yang lampau. Tokoh kita ini dikatakan oleh sementara orang sebagai sosok yang sangat kontroversial di negara asalnya, meskipun kenyataannya tidak demikian. Kontribusinya di bidang ekonomi luar biasa dan dia akan dikenang oleh orang India untuk selamanya.

 

Bhimrao lahir pada 14 April 1891 di kota dan markas militer Mhow di Negara Bagian Madhya Pradesh. Dia adalah anak ke-14 dan terakhir dari Ramji Maloji Sakpal, seorang perwira tentara berpangkat Subedar, dan ibu yang bernama Bhimabai Sakpal, putri Laxman Murbadkar. Keluarganya berlatar belakang Marathi dari kota Ambadawe di distrik Ratnagiri, sekarang berada di Maharashtra modern. Bhimrao lahir dalam lingkungan kasta Mahar atau golongan Dalit, yang diperlakukan sebagai The Untouchable atau kelompok orang yang tidak-boleh-disentuh, serta mereka mengalami diskriminasi sosial-ekonomi yang keji. Tempat kelahiran Bhimrao kelak dinamakan sebagai Dr. Ambedkar Nagar.

 

Nenek moyang Bhimrao telah lama bekerja untuk kepentingan Korps British East India Company (Firma Dagang Hindia-Timur Britania, serupa dengan Firma Dagang Hindia-Timur Belanda atau VOC di Indonesia yang termasyhur itu), dan ayahnya bertugas di Angkatan Darat India-Inggris di Garnisun Militer Mhow. Meskipun mereka bersekolah formal, Bhimrao dan anak-anak golongan The Untouchable lainnya dipisahkan dan hanya diberi sedikit perhatian atau bantuan oleh guru-guru mereka. Mereka tidak diperbolehkan duduk di dalam kelas. Ketika mereka perlu minum air, seseorang dari kasta yang lebih tinggi harus menuangkan air minum dari ketinggian tertentu, karena mereka tidak boleh menyentuh air atau bejana yang berisi air itu. Tugas ini biasanya dilakukan oleh seorang petugas sekolah, dan jika petugas tidak berada di tempat maka mereka semua terpaksa menahan dahaga, sampai ada seseorang yang memberikan mereka air.

 

Apa itu yang disebut sebagai The Untouchable itu? Pengertian untouchable atau  'yang tak-boleh disentuh', memiliki makna lain yakni Kaum Hina-Dina, sampah masyarakat, orang di luar kasta, atau disebut 'Paria'. Adanya kasta membentuk struktur dan hierarki dalam masyarakat India sejak zaman kuno. Khusus untuk Paria, mereka adalah kaum yang paling terintimidasi, dibandingkan dengan Kasta Sudra, yakni golongan terendah dari empat kasta yang ada di India. Diskriminasi itu begitu kuatnya sehingga haram hukumnya jika ada seorang dari kasta tinggi melakukan kontak-tubuh dengan seorang paria. Di zaman dahulu, seorang brahmana (yaitu orang dari kasta tertinggi) jika ingin bepergian di tengah keramaian, harus menunggu hingga waktu menjelang tengah hari. Anda tahu apa sebabnya? Itu karena di saat tengah hari matahari terletak di atas kepala, jadi tidak timbul bayangan di tanah. Sang brahmana itu takut sekali jika sampai ada bayangan tubuh seorang paria menyentuh tubuhnya. Jadi dia bukan hanya takut tersentuh tubuhnya, tetapi juga tidak mau terkena bayangannya. Aneh sekali, tapi nyata!

 

Ramji Sakpal pensiun pada tahun 1894 atau saat Bhimrao berusia tiga tahun, dan keluarganya pindah ke Satara dua tahun kemudian. Tak lama setelah mereka pindah, ibunda Bhimrao meninggal dunia. Anak-anak diasuh oleh bibi dari pihak ayah mereka dan mereka semua hidup dalam keadaan sulit. Tiga putera – Balaram, Anandrao dan Bhimrao – serta dua puteri – Manjula dan Tulasa – bisa selamat dari kesulitan hidup yang mereka jalani. Dari saudara-saudaranya, hanya Bhimrao yang lulus ujian sekolah dasar dan melanjutkannya ke sekolah menengah. Ketika Bhimrao bersekolah di sana nama keluarga aslinya adalah Sakpal, tetapi ayahnya mendaftarkan nama anaknya sebagai Ambadawekar, yang berarti dia berasal dari desa asalnya 'Ambadawe' di distrik Ratnagiri. Guru Brahmana Marathi-nya, Krishnaji Keshav Ambedkar, mengubah nama keluarganya dari 'Ambadawekar' menjadi nama keluarganya sendiri 'Ambedkar', dan nama ini resmi dicantumkan dalam ijazah sekolahnya. Dengan demikian Bhimrao sekarang kita panggil dengan sebutan Ambedkar, dengan nama lengkap: Bhīmrāo Rāmjī Āmbēḍkar.

 

Pada tahun 1897, keluarga Ambedkar pindah ke Mumbai (dahulu: Bombay) tempat Ambedkar menjadi satu-satunya warga Dalit yang terdaftar di Elphinstone High School. Pada tahun 1906, ketika dia berusia sekitar 15 tahun, Ambedkar menikahi seorang gadis berusia sembilan tahun, Ramabai. Perkawinan itu sesuai dengan adat yang berlaku saat itu, dan diatur oleh orang tua pasangan masing-masing.

 

Pada tahun 1907, Ambedkar lulus ujian matrikulasi dan pada tahun berikutnya dia masuk Elphinstone College, yang berafiliasi dengan Universitas Bombay, menjadi mahasiswa pertama dari kasta Mahar yang pernah menuntut ilmu di sana. Ketika dia lulus ujian standar bahasa Inggris tingkat keempat, orang-orang di komunitasnya ingin merayakannya karena mereka menganggap bahwa dia telah mencapai 'ketinggian yang luar biasa'; yang menurut mereka 'hampir tidak dapat dibandingkan dengan keadaan pendidikan di komunitas lain'. Sebuah upacara publik diadakan oleh komunitasnya, untuk merayakan keberhasilannya, dan pada kesempatan inilah dia diberikan buku biografi Sang Buddha oleh Dada Keluskar, penulis dan seorang teman keluarga. Di tahun 1912, dia memperoleh gelar sarjana di bidang ekonomi dan ilmu politik dari Universitas Bombay, dan bersiap untuk bekerja di pemerintah negara bagian Baroda. Istrinya baru saja memindahkan keluarga mudanya dan mulai bekerja ketika dia harus segera kembali ke Mumbai untuk menemui ayahnya yang sakit, yang kemudian meninggal pada 2 Februari 1913.

 

Pada tahun 1913, pada usia 22 tahun, Ambedkar dianugerahi Beasiswa Negara Baroda sebesar £11,50 per bulan selama tiga tahun di bawah skema yang didirikan oleh Sayajirao Gaekwad III, yang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pendidikan pascasarjana di Universitas Columbia di Kota New York. Dia lulus ujian MA pada Juni 1915, jurusan ekonomi, dan mata pelajaran lain dari Sosiologi, Sejarah, Filsafat, dan Antropologi. Dia mempresentasikan tesis: "Perdagangan India Kuno". Pada tahun 1916, dia menyelesaikan tesis master keduanya, "Dividen Nasional India – Sebuah Studi Sejarah dan Analitis", untuk gelar MA kedua. Pada tanggal 9 Mei, ia mempresentasikan makalah Kasta di India: "Mekanisme, Kejadian dan Perkembangannya" Ambedkar menerima gelar Ph.D. bidang ekonomi di Columbia University pada tahun 1927.

 

Karena Ambedkar didukung oleh beasiswa Negara Bagian Baroda, dia terikat untuk melayaninya. Dia diangkat sebagai Sekretaris Militer untuk Gaikwad tetapi harus berhenti dalam waktu singkat. Setelah itu, dia mencoba mencari cara untuk mencari nafkah bagi keluarganya yang terus berkembang. Dia bekerja sebagai guru privat, sebagai akuntan, dan mendirikan bisnis konsultasi investasi, tetapi usaha-usahanya itu gagal ketika kliennya mengetahui bahwa dia berasal dari golongan paria. Pada tahun 1918, ia sudah diangkat menjadi Profesor Ekonomi Politik di Sydenham College of Commerce and Economics di Mumbai. Meskipun ia berhasil mendidik mahasiswanya dengan baik, profesor lain keberatan untuk berbagi kendi air minum dengan dia. Jadi walaupun dia ditunjuk sebagai dosen di perguruan tinggi terkemuka, diskriminasi mayoritas golongan Hindu terhadap kaum Dalit tetaplah dominan.

 

Ambedkar juga piawai dalam bidang hukum. Pada 1926, ia berhasil membela tiga pemimpin bukan-brahmana yang menuduh komunitas Brahmana merusak India, dan kemudian tiga pemimpin itu dituntut atas pencemaran nama baik. Kemenangan di pengadilan itu turut membesarkan nama Ambedkar. Saat berpraktik hukum di Pengadilan Tinggi Bombay, ia mencoba mempromosikan pendidikan kepada kalangan the untouchable. Upaya terorganisir pertamanya adalah pendirian lembaga pusat Bahishkrit Hitakarini Sabha, yang dimaksudkan untuk mempromosikan pendidikan dan peningkatan sosial-ekonomi, serta kesejahteraan bagi "orang buangan". Untuk membela hak-hak Dalit, ia menerbitkan sejumlah majalah seperti 'Mook Nayak', 'Bahishkrit Bharat', dan 'Equality Janta'.

 

Pada tahap perjuangan selanjutnya, Ambedkar menulis serangkaian rekomendasi terpisah bagi Konstitusi India masa depan. Pada tahun 1927, Ambedkar telah memutuskan untuk meluncurkan gerakan aktif melawan keterasingan kaumnya. Dia mulai dengan gerakan publik dan pawai untuk membuka sumber air minum publik. Dia juga memperjuangkan hak golongan Dalit untuk memasuki kuil-kuil Hindu. Dia memimpin satyagraha di Mahad untuk memperjuangkan hak komunitas the untouchable untuk mengambil air dari tangki utama di kota itu. Dalam sebuah konferensi di akhir tahun 1927, Ambedkar secara terbuka mengutuk teks klasik Hindu Manusmriti atau 'Hukum Manu', karena secara ideologis membenarkan diskriminasi kasta dan mencampakkan golongan paria; dan dia secara seremonial membakar salinan teks kuno tersebut. Setiap tanggal 25 Desember dia memimpin ribuan pengikutnya untuk membakar salinan Manusmriti, dan peristiwa ini diperingati sebagai Manusmriti Dahan Din. Pada tahun 1930, Ambedkar meluncurkan gerakan Candi Kalaram setelah tiga bulan melakukan persiapan. Sekitar 15.000 relawan berkumpul di Satygraha Kuil Kalaram demi mengadakan salah satu prosesi terbesar. Arak-arakan itu dipimpin oleh sebuah band militer dan sekelompok pramuka; laki-laki dan perempuan berjalan dengan disiplin dan tertib, lalu bertekad melihat dewa yang dipuja di kuil itu untuk pertama kalinya. Ketika mereka sampai di gerbang, pintu masuk kuil ditutup oleh otoritas Brahmana. Perjuangan di bidang politik untuk kemajuan kaumnya diperoleh sewaktu Ambedkar bergabung dengan Southborough Committee, yang menghasilkan Government of India Act 1919; dan belakangan setelah berbeda pendapat dengan Gandhi, komite menelurkan Poona Pact 1932.

 

Ambedkar dilatih sebagai pakar ekonomi, dan menjadi ekonom profesional hingga 1921, sewaktu dia menjadi pemimpin politik. Istri pertama Ambedkar, Ramabai, meninggal pada tahun 1935 setelah lama menderita sakit. Setelah menyelesaikan rancangan konstitusi India pada akhir 1940-an, Ambedkar menderita kurang tidur, mengalami nyeri neuropatik di kakinya, dan harus mengonsumsi insulin dan obat-obatan homoeopati. Dia pergi ke Bombay untuk berobat, dan di sana dia bertemu dengan Sharada Kabir, yang dinikahinya pada 15 April 1948 di rumahnya di New Delhi. Para dokter merekomendasikan seorang pendamping yang pandai memasak dan memiliki pengetahuan medis untuk merawatnya. Isteri keduanya mengadopsi nama Savita Ambedkar dan merawat suaminya sepanjang hidupnya. Savita Ambedkar, yang juga dipanggil 'Mai', meninggal pada 29 Mei 2003 dalam usia 93 tahun di Mumbai.

 

Undang-Undang Dasar India dan proses penyusunannya sering dilihat sebagai karya Ambedkar. Dia dianggap sebagai 'Bapak Konstitusi India', dan barangkali yang paling dikenal dalam seluruh anggota komitenya. Ambedkar menjadi figur kunci dalam proses penulisan konstitusi tersebut, karena keterlibatan langsungnya dalam pengetikan, pengungkapan, dan campur tangannya dalam badan itu. Dia juga aktif berdebat dengan pihak-pihak yang tidak setuju sewaktu dilakukan perumusan naskah konstitusi itu. Sebelum India meraih kemerdekaannya, Ambedkar ditunjuk menjadi Menteri Hukum dan Kehakiman India yang pertama di kabinet Dewan Konstituante PM Nehru pada 1947. Adalah juga gagasan-gagasan Ambedkar, yang melandasi pembentukan Bank Sentral India, setelah Pemerintah India yang independen efektif memerintah negara besar tersebut.

 

Sumbangsih Ambedkar yang lain adalah menetapkan bendera nasional India. Puluhan tahun pimpinan India tidak mencapai kesepakatan atas bendera nasionalnya. Sedianya bendera nasional diadopsi dari bendera negara-bagian yang sudah ada, dan ada juga yang menginginkan menyelipkan simbol Union Jack yang merupakan lambang Britania Raya. Akhirnya diputuskan bendera India berukuran 3 berbanding 2, dengan tiga warna horizontal: Kunyit-safron di sisi atas, putih di tengah, dan hijau-india di bawah. Mahatma Gandhi mengusulkan ada gambar mesin-pintal di tengah-tengah bendera. Belakangan usulan itu dimentahkan, dan diganti dengan 'Cakra Asoka' berwarna biru, yang melambangkan 'Roda-Dhamma' dari Buddhisme. Menurut Sarvepalli Radhakrishnan, cakra melambangkan Dharma atau Hukum Kebenaran.

 

Ambedkar yang dari lahirnya mengikuti tradisi Hindu, mempertimbangkan untuk menganut agama Sikh, yang saat itu turut menyuarakan suara oposisi terhadap penindasan dan diskriminasi kasta. Tapi setelah bertemu dengan para pemimpin Sikh, dia menyimpulkan bahwa dia mungkin hanya akan mendapatkan status Sikh 'kelas dua'. Sebaliknya, sekitar tahun 1950, dia mulai mencurahkan perhatiannya pada Buddhisme dan pergi ke Sri Lanka untuk menghadiri pertemuan World Fellowship of Buddhists. Saat mendedikasikan sebuah vihara Buddhis baru di dekat Pune, Ambedkar mengumumkan bahwa dia sedang menulis sebuah buku tentang Buddhisme, dan setelah bukunya rampung dia akan secara resmi ditahbiskan sebagai penganut Buddha. Ambedkar sempat pula mengunjungi Burma pada tahun 1954, dengan ikut menghadiri konperensi ketiga Persekutuan Buddhis Sedunia di Rangoon. Pada tahun 1955, dia mendirikan Bharatiya Bauddha Mahasabha, atau Masyarakat Buddhis India. Setelah pertemuan dengan bhikkhu Sri Lanka, Hammalawa Saddhatissa, Ambedkar menyelenggarakan upacara publik resmi untuk dirinya dan para pendukungnya di Nagpur pada 14 Oktober 1956. Dengan membacakan paritta Tiga Perlindungan dan Lima Sila di hadapan seorang bhikkhu, Ambedkar bersama isterinya resmi menjadi Buddhis. Dia kemudian melanjutkan upacara untuk membuddhiskan sekitar 500.000 pendukungnya, yang pada saat itu sedang berkumpul di sekelilingnya. Mungkin inilah satu-satunya kejadian yang melibatkan begitu banyak orang, yang memilih beragama Buddha pada hari yang sama. Peristiwa itu dikenal pula sebagai 'Pergerakan Buddhis Dalit' atau Navayana atau Neo Buddhisme.

 

Sejak 1948, Ambedkar menderita diabetes, dan semenjak itu kondisi kesehatannya semakin memburuk. Tiga hari setelah menyelesaikan naskah terakhirnya: The Buddha and His Dhamma, Ambedkar meninggal dalam tidurnya pada tanggal 6 Desember 1956 di rumahnya di Delhi. Sebuah kremasi Buddhis diselenggarakan di pantai Dadar Chowpatty pada tanggal 7 Desember, dihadiri oleh setengah juta orang yang berduka. Perjuangan Ambedkar kelak akan dilanjutkan oleh puteranya Yashwant Ambedkar dan kemudian oleh cucu tertuanya, Prakash Yashwant Ambedkar.

 

Atas jasa-jasanya terhadap perjuangan kemanusiaan hingga berdirinya negara India, hari jadinya dinamakan Ambedkar Jayanthi, dan diperingati sebagai hari libur nasional. Dia dianugerahi pula bintang Bharat Ratna (tanda kehormatan sipil tertinggi), secara anumerta oleh Pemerintah India pada tahun 1990. Ada beberapa lembaga publik yang dinamai 'Ambedkar' sebagai penghormatan kepadanya, antara lain Bandara Internasional Dr. Babasaheb Ambedkar di Nagpur, atau dikenal sebagai Bandara Sonegaon; Institut Teknologi Nasional Dr. B. R. Ambedkar, Jalandhar; dan Universitas Ambedkar Delhi. Barangkali bagi kita, perjuangannya memperkenalkan agama Buddha kepada kaum Dalit, memiliki andil membangkitkan kembali kehadiran Buddhisme di Tanah Kelahirannya.

 

 

sdjn/dharmaprimapustaka/220810



Tidak ada komentar:

Posting Komentar