Pada kesempatan ini penulis akan
mengajak para pembaca mengikuti kisah hidup seorang reformis sosial dan
pemimpin politik India yang lahir menjelang pergantian abad ke-20 yang lampau.
Tokoh kita ini dikatakan oleh sementara orang sebagai sosok yang sangat
kontroversial di negara asalnya, meskipun kenyataannya tidak demikian.
Kontribusinya di bidang ekonomi luar biasa dan dia akan dikenang oleh orang
India untuk selamanya.
Bhimrao lahir pada 14 April 1891 di
kota dan markas militer Mhow di Negara Bagian Madhya Pradesh. Dia adalah anak
ke-14 dan terakhir dari Ramji Maloji Sakpal, seorang perwira tentara berpangkat
Subedar, dan ibu yang bernama Bhimabai Sakpal, putri Laxman Murbadkar.
Keluarganya berlatar belakang Marathi dari kota Ambadawe di distrik Ratnagiri,
sekarang berada di Maharashtra modern. Bhimrao lahir dalam lingkungan kasta
Mahar atau golongan Dalit, yang diperlakukan sebagai The Untouchable atau kelompok orang yang tidak-boleh-disentuh,
serta mereka mengalami diskriminasi sosial-ekonomi yang keji. Tempat kelahiran Bhimrao
kelak dinamakan sebagai Dr. Ambedkar Nagar.
Nenek moyang Bhimrao telah lama bekerja
untuk kepentingan Korps British East
India Company (Firma Dagang Hindia-Timur Britania, serupa dengan Firma
Dagang Hindia-Timur Belanda atau VOC
di Indonesia yang termasyhur itu), dan ayahnya bertugas di Angkatan Darat
India-Inggris di Garnisun Militer Mhow. Meskipun mereka bersekolah formal, Bhimrao
dan anak-anak golongan The Untouchable
lainnya dipisahkan dan hanya diberi sedikit perhatian atau bantuan oleh
guru-guru mereka. Mereka tidak diperbolehkan duduk di dalam kelas. Ketika
mereka perlu minum air, seseorang dari kasta yang lebih tinggi harus menuangkan
air minum dari ketinggian tertentu, karena mereka tidak boleh menyentuh air
atau bejana yang berisi air itu. Tugas ini biasanya dilakukan oleh seorang
petugas sekolah, dan jika petugas tidak berada di tempat maka mereka semua
terpaksa menahan dahaga, sampai ada seseorang yang memberikan mereka air.
Apa itu yang disebut sebagai The Untouchable itu? Pengertian untouchable atau 'yang tak-boleh disentuh', memiliki makna
lain yakni Kaum Hina-Dina, sampah masyarakat, orang di luar kasta, atau disebut
'Paria'. Adanya kasta membentuk struktur dan hierarki dalam masyarakat India
sejak zaman kuno. Khusus untuk Paria, mereka adalah kaum yang paling
terintimidasi, dibandingkan dengan Kasta Sudra, yakni golongan terendah dari
empat kasta yang ada di India. Diskriminasi itu begitu kuatnya sehingga haram
hukumnya jika ada seorang dari kasta tinggi melakukan kontak-tubuh dengan
seorang paria. Di zaman dahulu, seorang brahmana (yaitu orang dari kasta
tertinggi) jika ingin bepergian di tengah keramaian, harus menunggu hingga
waktu menjelang tengah hari. Anda tahu apa sebabnya? Itu karena di saat tengah
hari matahari terletak di atas kepala, jadi tidak timbul bayangan di tanah.
Sang brahmana itu takut sekali jika sampai ada bayangan tubuh seorang paria menyentuh
tubuhnya. Jadi dia bukan hanya takut tersentuh tubuhnya, tetapi juga tidak mau
terkena bayangannya. Aneh sekali, tapi nyata!
Ramji Sakpal pensiun pada tahun 1894 atau saat Bhimrao berusia tiga tahun, dan
keluarganya pindah ke Satara dua tahun kemudian. Tak
lama setelah mereka pindah, ibunda Bhimrao meninggal dunia. Anak-anak diasuh oleh bibi dari pihak ayah mereka
dan mereka semua hidup dalam keadaan sulit. Tiga putera –
Balaram, Anandrao dan Bhimrao – serta dua puteri – Manjula dan Tulasa – bisa selamat dari
kesulitan hidup yang mereka jalani. Dari
saudara-saudaranya, hanya Bhimrao yang lulus
ujian sekolah dasar dan melanjutkannya ke sekolah menengah.
Ketika Bhimrao bersekolah di sana nama keluarga aslinya adalah Sakpal, tetapi ayahnya mendaftarkan nama anaknya sebagai Ambadawekar, yang berarti dia
berasal dari desa asalnya 'Ambadawe' di distrik Ratnagiri. Guru Brahmana Marathi-nya, Krishnaji Keshav
Ambedkar, mengubah nama keluarganya dari 'Ambadawekar' menjadi nama keluarganya
sendiri 'Ambedkar', dan nama ini resmi dicantumkan
dalam ijazah sekolahnya.
Dengan demikian Bhimrao sekarang kita panggil dengan sebutan Ambedkar, dengan
nama lengkap: Bhīmrāo Rāmjī Āmbēḍkar.
Pada tahun 1897, keluarga Ambedkar pindah ke Mumbai (dahulu: Bombay) tempat
Ambedkar menjadi satu-satunya warga Dalit yang
terdaftar di Elphinstone High School. Pada tahun 1906, ketika dia berusia
sekitar 15 tahun, Ambedkar menikahi seorang
gadis berusia sembilan tahun, Ramabai. Perkawinan itu
sesuai dengan adat yang berlaku saat itu, dan diatur oleh orang tua pasangan masing-masing.
Pada tahun 1907, Ambedkar
lulus ujian matrikulasi dan pada tahun berikutnya dia
masuk Elphinstone College, yang berafiliasi dengan Universitas Bombay, menjadi mahasiswa pertama dari kasta Mahar yang pernah menuntut ilmu di sana. Ketika dia lulus
ujian standar bahasa Inggris tingkat keempat,
orang-orang di komunitasnya ingin merayakannya karena mereka menganggap bahwa
dia telah mencapai 'ketinggian yang luar biasa'; yang menurut mereka
'hampir tidak dapat dibandingkan dengan
keadaan pendidikan di komunitas lain'. Sebuah
upacara publik diadakan oleh komunitasnya,
untuk merayakan keberhasilannya, dan pada kesempatan inilah dia diberikan buku biografi Sang
Buddha oleh Dada Keluskar, penulis dan seorang teman keluarga. Di tahun 1912, dia
memperoleh gelar sarjana di bidang ekonomi dan
ilmu politik dari Universitas Bombay, dan bersiap untuk bekerja di pemerintah
negara bagian Baroda. Istrinya baru saja memindahkan keluarga mudanya dan mulai
bekerja ketika dia harus segera kembali ke Mumbai untuk menemui ayahnya yang
sakit, yang kemudian meninggal pada 2 Februari
1913.
Pada tahun 1913, pada usia 22 tahun, Ambedkar
dianugerahi Beasiswa Negara Baroda sebesar £11,50 per bulan selama tiga tahun
di bawah skema yang didirikan oleh Sayajirao Gaekwad III, yang dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan bagi pendidikan pascasarjana di Universitas Columbia di
Kota New York. Dia lulus ujian MA pada Juni
1915, jurusan ekonomi, dan mata pelajaran lain dari Sosiologi, Sejarah,
Filsafat, dan Antropologi. Dia
mempresentasikan tesis: "Perdagangan
India Kuno". Pada tahun 1916, dia menyelesaikan tesis master keduanya, "Dividen Nasional India – Sebuah Studi Sejarah
dan Analitis", untuk gelar MA kedua. Pada
tanggal 9 Mei, ia mempresentasikan makalah Kasta di India: "Mekanisme, Kejadian dan Perkembangannya" Ambedkar menerima gelar Ph.D. bidang ekonomi
di Columbia University pada tahun 1927.
Karena Ambedkar didukung oleh beasiswa Negara
Bagian Baroda, dia terikat untuk melayaninya. Dia diangkat sebagai Sekretaris
Militer untuk Gaikwad tetapi harus berhenti dalam waktu singkat. Setelah itu, dia
mencoba mencari cara untuk mencari nafkah bagi keluarganya yang terus
berkembang. Dia bekerja sebagai guru privat, sebagai akuntan, dan mendirikan
bisnis konsultasi investasi, tetapi usaha-usahanya itu gagal ketika kliennya
mengetahui bahwa dia berasal dari golongan paria. Pada tahun 1918, ia sudah
diangkat menjadi Profesor Ekonomi Politik di Sydenham College of Commerce and
Economics di Mumbai. Meskipun ia berhasil mendidik mahasiswanya dengan baik,
profesor lain keberatan untuk berbagi kendi air minum dengan dia. Jadi walaupun
dia ditunjuk sebagai dosen di perguruan tinggi terkemuka, diskriminasi
mayoritas golongan Hindu terhadap kaum Dalit tetaplah dominan.
Ambedkar juga piawai dalam bidang hukum. Pada 1926,
ia berhasil membela tiga pemimpin bukan-brahmana yang menuduh komunitas
Brahmana merusak India, dan kemudian tiga pemimpin itu dituntut atas pencemaran
nama baik. Kemenangan di pengadilan itu turut membesarkan nama Ambedkar. Saat
berpraktik hukum di Pengadilan Tinggi Bombay, ia mencoba mempromosikan
pendidikan kepada kalangan the
untouchable. Upaya terorganisir pertamanya adalah pendirian lembaga pusat
Bahishkrit Hitakarini Sabha, yang dimaksudkan untuk mempromosikan pendidikan
dan peningkatan sosial-ekonomi, serta kesejahteraan
bagi "orang buangan". Untuk membela hak-hak Dalit, ia menerbitkan
sejumlah majalah seperti 'Mook Nayak', 'Bahishkrit Bharat', dan 'Equality Janta'.
Pada tahap perjuangan selanjutnya, Ambedkar menulis
serangkaian rekomendasi terpisah bagi Konstitusi India masa depan. Pada tahun
1927, Ambedkar telah memutuskan untuk meluncurkan gerakan aktif melawan
keterasingan kaumnya. Dia mulai dengan gerakan publik dan pawai untuk membuka
sumber air minum publik. Dia juga memperjuangkan hak golongan Dalit untuk
memasuki kuil-kuil Hindu. Dia memimpin satyagraha di Mahad untuk memperjuangkan
hak komunitas the untouchable untuk
mengambil air dari tangki utama di kota itu. Dalam sebuah konferensi di akhir tahun 1927,
Ambedkar secara terbuka mengutuk teks klasik Hindu Manusmriti atau 'Hukum Manu', karena secara ideologis membenarkan diskriminasi
kasta dan mencampakkan golongan paria; dan dia
secara seremonial membakar salinan teks kuno tersebut. Setiap tanggal 25
Desember dia memimpin ribuan pengikutnya untuk membakar salinan Manusmriti, dan peristiwa ini diperingati
sebagai Manusmriti Dahan Din. Pada
tahun 1930, Ambedkar meluncurkan gerakan Candi
Kalaram setelah tiga bulan melakukan persiapan. Sekitar 15.000 relawan
berkumpul di Satygraha Kuil Kalaram demi mengadakan salah satu prosesi
terbesar. Arak-arakan itu dipimpin oleh sebuah band militer dan sekelompok
pramuka; laki-laki dan perempuan berjalan dengan disiplin
dan tertib, lalu bertekad melihat dewa yang dipuja di
kuil itu untuk pertama kalinya. Ketika mereka sampai di gerbang, pintu
masuk kuil ditutup oleh otoritas Brahmana. Perjuangan
di bidang politik untuk kemajuan kaumnya diperoleh sewaktu Ambedkar bergabung
dengan Southborough Committee, yang menghasilkan Government of India Act 1919; dan belakangan setelah berbeda
pendapat dengan Gandhi, komite menelurkan Poona
Pact 1932.
Ambedkar dilatih sebagai pakar
ekonomi, dan menjadi ekonom profesional hingga 1921, sewaktu dia menjadi
pemimpin politik. Istri pertama Ambedkar, Ramabai, meninggal pada tahun 1935
setelah lama menderita sakit. Setelah
menyelesaikan rancangan konstitusi India pada akhir 1940-an, Ambedkar menderita
kurang tidur, mengalami nyeri neuropatik di kakinya, dan harus mengonsumsi
insulin dan obat-obatan homoeopati. Dia pergi
ke Bombay untuk berobat, dan di sana dia
bertemu dengan Sharada Kabir, yang dinikahinya
pada 15 April 1948 di rumahnya di New Delhi. Para dokter merekomendasikan
seorang pendamping yang pandai memasak dan memiliki pengetahuan medis untuk
merawatnya. Isteri keduanya mengadopsi nama Savita Ambedkar dan merawat suaminya
sepanjang hidupnya. Savita Ambedkar, yang juga dipanggil 'Mai', meninggal pada
29 Mei 2003 dalam usia 93 tahun di Mumbai.
Undang-Undang Dasar India dan proses
penyusunannya sering dilihat sebagai karya Ambedkar. Dia dianggap sebagai
'Bapak Konstitusi India', dan barangkali yang paling dikenal dalam seluruh
anggota komitenya. Ambedkar menjadi figur kunci dalam proses penulisan
konstitusi tersebut, karena keterlibatan langsungnya dalam pengetikan, pengungkapan,
dan campur tangannya dalam badan itu. Dia juga aktif berdebat dengan
pihak-pihak yang tidak setuju sewaktu dilakukan perumusan naskah konstitusi
itu. Sebelum India meraih kemerdekaannya, Ambedkar ditunjuk menjadi Menteri
Hukum dan Kehakiman India yang pertama di kabinet Dewan Konstituante PM Nehru
pada 1947. Adalah juga gagasan-gagasan Ambedkar, yang melandasi pembentukan
Bank Sentral India, setelah Pemerintah India yang independen efektif memerintah
negara besar tersebut.
Sumbangsih Ambedkar yang lain adalah
menetapkan bendera nasional India. Puluhan tahun pimpinan India tidak mencapai
kesepakatan atas bendera nasionalnya. Sedianya bendera nasional diadopsi dari
bendera negara-bagian yang sudah ada, dan ada juga yang menginginkan
menyelipkan simbol Union Jack yang
merupakan lambang Britania Raya. Akhirnya diputuskan bendera India berukuran 3
berbanding 2, dengan tiga warna horizontal: Kunyit-safron di sisi atas, putih
di tengah, dan hijau-india di bawah. Mahatma Gandhi mengusulkan ada gambar
mesin-pintal di tengah-tengah bendera. Belakangan usulan itu dimentahkan, dan
diganti dengan 'Cakra Asoka' berwarna biru, yang melambangkan 'Roda-Dhamma'
dari Buddhisme. Menurut Sarvepalli Radhakrishnan, cakra melambangkan Dharma
atau Hukum Kebenaran.
Ambedkar yang dari
lahirnya mengikuti tradisi Hindu, mempertimbangkan untuk menganut agama
Sikh, yang saat itu turut menyuarakan suara oposisi terhadap penindasan dan diskriminasi kasta. Tapi setelah bertemu dengan para
pemimpin Sikh, dia menyimpulkan bahwa dia mungkin
hanya akan mendapatkan status Sikh 'kelas
dua'. Sebaliknya, sekitar tahun 1950, dia mulai mencurahkan perhatiannya pada Buddhisme
dan pergi ke Sri Lanka untuk menghadiri pertemuan World Fellowship of Buddhists. Saat mendedikasikan sebuah vihara
Buddhis baru di dekat Pune, Ambedkar mengumumkan bahwa dia sedang menulis
sebuah buku tentang Buddhisme, dan setelah bukunya rampung dia
akan secara resmi ditahbiskan sebagai penganut
Buddha. Ambedkar
sempat pula mengunjungi Burma pada
tahun 1954, dengan
ikut menghadiri konperensi ketiga
Persekutuan Buddhis Sedunia di Rangoon. Pada
tahun 1955, dia mendirikan Bharatiya Bauddha Mahasabha, atau
Masyarakat Buddhis India. Setelah pertemuan dengan bhikkhu
Sri Lanka, Hammalawa Saddhatissa, Ambedkar
menyelenggarakan upacara publik resmi untuk dirinya dan para pendukungnya di
Nagpur pada 14 Oktober 1956. Dengan membacakan
paritta Tiga Perlindungan dan Lima Sila di
hadapan seorang bhikkhu, Ambedkar bersama isterinya resmi
menjadi Buddhis. Dia kemudian melanjutkan
upacara untuk membuddhiskan sekitar 500.000 pendukungnya, yang pada saat itu sedang berkumpul di sekelilingnya. Mungkin inilah satu-satunya kejadian yang melibatkan
begitu banyak orang, yang memilih beragama Buddha pada hari yang sama.
Peristiwa itu dikenal pula sebagai 'Pergerakan Buddhis Dalit' atau Navayana atau Neo Buddhisme.
Sejak 1948, Ambedkar menderita diabetes, dan semenjak itu kondisi kesehatannya semakin memburuk.
Tiga hari setelah menyelesaikan naskah terakhirnya:
The Buddha
and His Dhamma, Ambedkar meninggal dalam
tidurnya pada tanggal 6 Desember 1956 di rumahnya di Delhi. Sebuah kremasi
Buddhis diselenggarakan di pantai Dadar Chowpatty pada tanggal 7 Desember,
dihadiri oleh setengah juta orang yang berduka. Perjuangan
Ambedkar kelak akan dilanjutkan oleh puteranya
Yashwant Ambedkar dan kemudian
oleh cucu tertuanya, Prakash Yashwant
Ambedkar.
Atas jasa-jasanya terhadap perjuangan
kemanusiaan hingga berdirinya negara India, hari jadinya dinamakan Ambedkar Jayanthi, dan diperingati
sebagai hari libur nasional. Dia dianugerahi pula bintang Bharat Ratna (tanda kehormatan sipil tertinggi), secara anumerta
oleh Pemerintah India pada tahun 1990. Ada beberapa lembaga publik yang dinamai
'Ambedkar' sebagai penghormatan kepadanya, antara lain Bandara Internasional
Dr. Babasaheb Ambedkar di Nagpur, atau dikenal sebagai Bandara Sonegaon;
Institut Teknologi Nasional Dr. B. R. Ambedkar, Jalandhar; dan Universitas
Ambedkar Delhi. Barangkali bagi kita, perjuangannya memperkenalkan agama Buddha
kepada kaum Dalit, memiliki andil membangkitkan kembali kehadiran Buddhisme di
Tanah Kelahirannya.
sdjn/dharmaprimapustaka/220810
Tidak ada komentar:
Posting Komentar