Anda para pembaca dan masyarakat
Indonesia pada umumnya pasti mengenal Konghucu. Dia dikenal sebagai tokoh
bijak, filsuf, atau nabi dari masa Tiongkok Kuno. Konghucu pun merupakan nama
salah satu agama yang diakui di Indonesia. Tetapi siapakah Konghucu itu
gerangan? Dalam tulisan perdana tentang Konghucu ini, penulis akan mencoba
memperkenalkan tokoh yang dikenal oleh masyarakat dunia sejak ribuan tahun yang
lampau.
Kǒng Fū Zǐ atau 孔夫子, maknanya 'Guru Kǒng'; biasa dipanggil Kǒng Zǐ atau
孔子 (Khóng-chú, Hokkian) atau Confucius (Ingg.), diperkirakan hidup
antara 551 - 479 seb.M. Masa itu dalam sejarah Tiongkok
diperiodisasi dari tahun 770 hingga 476 seb.M. termasuk era 'Musim Semi dan
Musim Gugur', yakni nama sebuah kronik pada Negara Bagian Lǔ (魯國 atau Lǔ Guó, 722 - 479 seb. M.). Dinasti Zhōu (周) sendiri adalah dinasti yang paling lama
memerintah di Tiongkok, yakni antara 1067 - 221 seb.M., dan setelah itu akan
dilanjutkan oleh Qín Shǐ Huáng. Selama periode ini, otoritas Kekaisaran Zhōu
atas berbagai negara-bagian yang bercorak feodal semakin terkikis, karena
banyak adipati dan marquise yang
memperoleh otonomi daerah, dan mereka menentang kuasa kaisar di kotaraja Luò Yì
(洛邑), serta mengobarkan perang di antara mereka sendiri.
Kǒng Zǐ
diperkirakan lahir pada 28 September 551 seb.M. di Zōu atau 鄒, sekarang berada
di Propinsi Shandong modern. Daerah itu secara langsung
dikendalikan oleh Kaisar Zhōu tetapi secara efektif independen di bawah
penguasa lokal Lǔ, yang memerintah dari kota
terdekat Qūfù. Ayahnya Kǒng Hé (孔紇) juga dikenal sebagai Shūliáng Hé (叔梁紇, 622 - 548 seb.M.), adalah seorang sarjana dan pejabat militer dari garnisun
Lǔ setempat. Nenek moyangnya dapat ditelusuri kembali melalui Adipati Sòng (宋) pada masa
Dinasti Shāng (商朝, Shāng Cháo), yakni pendahulu Dinasti Zhōu. Isteri
Kǒng Hé, yakni Nyonya Besar Shi, melahirkan sembilan anak dan semuanya
perempuan. Di usia lanjut Kǒng Hé mengambil seorang selir dan mendapatkan
seorang putera yang diberi nama Kǒng Pí (孔皮).
Namun, karena ibu Kǒng Pí adalah seorang selir dan Pí sendiri memiliki cacat
di kakinya, dia tidak bisa menjadi penerus ayahnya. Dengan demikian, Kǒng yang
berusia lanjut tidak memiliki ahli waris,
sampai dia mendekati dan berhasil membujuk Yán Xiāng (顏襄),
ayah dari keluarga Yán untuk menikah dengan
salah satu puterinya. Akhirnya dia menikahi Yán Zhǐ Zài (顏徵在),
sang puteri ketiga dan bungsu. Ketika Shūliáng Hé menikah dengan Yán Zhǐ Zài,
dia berusia 70 tahun sementara Yán baru berusia 18 tahun. Lewat
perkawinannya dengan puteri bungsu Yán, lahirlah Kǒng Zǐ.
Kǒng Zǐ diberi nama Qiū (丘, yang berarti
bukit) karena ibunya sering bersembahyang di Ní Qiūshān (尼丘山) dan dia juga dipanggil Zhòng Ní (仲尼),yang bermakna 'Putera Kedua dari Bukit Ní'.
Pada saat Kǒng Qiū berusia tiga tahun ayahnya Kǒng Hé meninggal karena sakit.
Setelah kematian ayahnya, Yán Zhǐ Zài diusir oleh Nyonya Besar Shi, jadi dia membawa Kǒng Pí dan Kǒng Zǐ ke Qūfù Quē Lǐ (曲阜阙里) dan di sana
mereka hidup dalam kemiskinan. Kǒng Zǐ dididik di sekolah untuk
rakyat biasa, tempat dia belajar enam cabang ilmu pengetahuan. Dilihat dari keturunan ayahnya, dalam tatanan masyarakat
zaman itu dia masuk dalam golongan Shì
(士), yakni jenjang antara golongan aristokrat
dan rakyat jelata. Di usia enam tahun, Kǒng Zǐ telah
menunjukkan kelebihannya; dia senang mengajak dan memimpin kawan-kawannya
menirukan orang melakukan ibadah dan sembahyang. Setelah tumbuh menjadi remaja,
meskipun Kǒng Zǐ baru berusia lima-belas tahun dia telah memiliki semangat
belajar yang luar biasa. Pada saat usianya menginjak enam-belas tahun ibunda
Kǒng Zǐ, Yán Zhǐ Zài, meninggal dunia dan dia
melakukan perkabungan orang tuanya hingga tiga tahun. Setelah masa berkabung
berakhir dan Kǒng Zǐ berusia 19 tahun, dia menikahi Qí Guān Shì (亓官氏), seorang puteri pejabat Kadipaten Sòng.
Dengan demikian dia dapat sering kembali ke kampung halamannya untuk menyembah
leluhurnya. Setahun setelah mereka menikah, isterinya melahirkan seorang putera
yang diberi nama Kǒng Lǐ (孔鯉).
Setelah memiliki putera, Kǒng
Qiū sangat peduli dengan peristiwa besar di dunia dan dia sering memikirkan berbagai masalah
pemerintahan, serta sering mengungkapkan pendapat
pribadinya. Pada usianya
yang kedua-puluh, Kǒng
Qiū mulai menjabat sebagai komisaris dengan mengelola gudang. Karena
kondisi hidup semakin berat dia pun terlibat dalam pekerjaan kasar seperti
mengelola ternak. Pada tahun 525 seb.
M., dia membuka
sebuah sekolah swasta
dan mengajarkan siswa-siswanya secara langsung. Nama Kǒng Qiū sudah agak dikenal
di usianya yang ketiga-puluh.
Tentu
Anda bertanya-tanya, seperti apa sosok Kǒng Qiū ini? Dikatakan oleh orang sezamannya, Kǒng Qiū adalah orang yang sangat
baik, penyayang, suka menolong, tulus, dan murah hati. Dia juga
dikagumi karena penguasaan ilmu dan kebijaksanaannya. "己所不欲,勿施于人" (Jǐ
suǒ bù yù, Wù shī yú rén) atau diindonesiakan, "Jangan
lakukan kepada orang lain, apa yang Anda tidak ingin lakukan pada diri Anda
sendiri." Kata-kata ini merupakan 'Aturan Emas' dari Kǒng Zǐ. Seperti yang disebutkan di atas Kǒng
Qiū adalah orang yang memiliki semangat belajar yang
menggebu-gebu. Dia telah membaca dan mempelajari lima Naskah Klasik Tiongkok;
dia juga turut bersumbangsih dengan menulis dan menyunting tulisan-tulisan
klasik lainnya. Peninggalan Kǒng Zǐ yang banyak mengungkapkan pemikirannya
sendiri dapat dibaca dalam kitab Analek atau Lúnyǔ (論語).
Kebajikan
menurut pemikian Kǒng Zǐ adalah mewujudkan semangat
kemanusiaan. Teori ritual Konfusius mewujudkan semangat etiket dan etika, yaitu ketertiban sistem dalam pengertian modern. Prinsip Kǒng Zǐ memiliki kesamaan dengan tradisi
dan kepercayaan Tionghoa. Dengan berbakti, ia memperjuangkan kesetiaan keluarga
yang kuat, pemujaan leluhur, penghormatan orang tua oleh anak-anak mereka, dan
suami oleh isteri mereka; merekomendasikan keluarga sebagai dasar pemerintahan
yang ideal. Kemanusiaan adalah tema abadi umat manusia, yang berlaku
untuk setiap masyarakat, setiap era, dan setiap pemerintahan, serta melingkupi pula tatanan dan kelembagaan masyarakat. Semuanya adalah persyaratan dasar untuk pembentukan masyarakat umat
manusia yang beradab. Semangat kemanusiaan dan ketertiban Kǒng
Zǐ ini adalah inti dari pemikiran sosial dan politik Tiongkok Kuno.
Pemikiran politik Kǒng Zǐ
didasarkan pada pemikiran etisnya. Dia berargumen bahwa pemerintah terbaik
adalah yang memerintah melalui 'ritus' atau lǐ
dan moralitas alami masyarakat, dan bukan dengan menggunakan suap dan paksaan.
Dia menjelaskan bahwa ini adalah salah satu analogi yang paling penting:
"Jika orang-orang dipimpin oleh hukum, dan keseragaman berusaha diberikan
kepada mereka dengan hukuman, mereka akan mencoba untuk menghindari hukuman,
tetapi tidak memiliki rasa malu. Jika mereka dipimpin dengan kebajikan, dan
berusaha diberikan keseragaman kepada mereka
dengan aturan kepatutan, mereka akan memiliki rasa malu, dan terlebih lagi akan
menjadi baik." (Analek 2.3. terjm. Legge). 'Rasa
malu' ini merupakan
proses internalisasi-kewajiban, yang mana hukuman mendahului perbuatan jahat, bukan
mengikutinya dalam bentuk undang-undang seperti yang dianut paham Legalisme. 'Rasa
malu' ini mirip dengan ajaran Hiri dalam Buddhisme, yakni malu untuk berbuat jahat.
Nasib Kǒng Zǐ cukup mencengangkan. Pengetahuan
moralnya sangat dihargai oleh orang-orang pada saat itu; ambisinya untuk
berguna di dunia tidak pernah dilepaskannya. Setelah semua kegagalannya, Kǒng
Zǐ juga tampaknya tidak berkecil hati tentang karir politiknya. Namun, dia
tidak pernah ragu untuk mematuhi dan mewarisi apa yang diyakininya. Kǒng Zǐ
tidak berhasil dalam menggapai jabatan publik yang mungkin masih diidamkannya,
dan bahkan di usia tuanya, dia masih pergi ke mana-mana untuk mengkhotbahkan
aturan moralitasnya. Pada usia lima puluh satu, dia mulai melayani masyarakat sebagai pejabat di Negara Bagian Lǔ, dan pada puncaknya dia mendapat jabatan Dà Sīkòu (大司寇) yakni menteri besar
kehakiman yang menjadi atasan semua hakim dan
perangkat peradilan, dan berada dalam puncak
hirarki untuk urusan hukum di negeri tersebut.
Tetapi sayangnya, saat-saat indah itu hanya berumur
pendek dan dia tidak dipekerjakan kembali. Dari usia lima puluh empat hingga
enam puluh delapan tahun, dia mengembara ke negeri-negeri lainnya selama empat
belas tahun lagi. Kemudian, dia kembali ke negara bagian Lǔ. "Tapi Lǔ tidak bisa 'menggunakan Kǒng Zǐ pada akhirnya,' karena
persyaratan tidak cocok, serta Kǒng Zǐ juga tidak mencari posisi resmi.".
(Jika Anda ingin tahu pendapat sejarawan ini,
lihatlah lebih jauh pada http://www.xinhuanet.com).
Kǒng Zǐ mulai
mengajar di tingkat pendidikan tinggi setelah dia
berusia 30 tahun, dan dia mendidik lebih dari 3.000 siswa sepanjang hidupnya.
Dari jumlah besar itu, sekitar 70 di antaranya dianggap istimewa atau luar
biasa. Kǒng Zǐ tidak memungut biaya apa pun, dan hanya meminta hadiah simbolis berupa
seikat daging kering dari calon siswa. Menurut muridnya Zigòng (子貢), gurunya memperlakukan
murid-muridnya seperti dokter merawat pasien dan tidak menolak siapa pun.
Kebanyakan dari mereka berasal dari Lǔ, negara asal Kǒng Zǐ,
sebanyak 43 orang. Dia pun menerima siswa dari seluruh Tiongkok, dan di antara siswa
istimewa itu ada enam dari negara bagian Wèi (衞), tiga dari Qín (秦), masing-masing dua dari Chén
Guó (陳國) dan Qí
(齊), serta
satu orang masing-masing dari Cài (蔡), Chǔ (楚), dan Sòng (宋). Kǒng
Zǐ menganggap latar belakang pribadi murid-muridnya tidak relevan, dan dia
menerima mereka yang berasal dari kalangan bangsawan, rakyat jelata, dan bahkan
mantan penjahat seperti Gōng Yě Zhǎng (公冶長). Siswa-siswanya dari
keluarga kaya akan membayar jumlah yang sepadan dengan kekayaan mereka, yang
dianggap sebagai sumbangan ritual. Kelak siswa-siswanya dari komunitas Kǒng Zǐ awal yang
dia lahirkan, akan menjadi kekuatan
intelektual yang paling berpengaruh pada masa
selanjutnya, yaitu pada periode Negara-negara Berperang (475 - 221
seb.M.).
Murid favorit Kǒng Zǐ adalah Yán Huí (顏回, kira-kira 521 - 481 seb.M.), kemungkinan besar dia salah satu yang paling miskin dari mereka
semua. Di bawah ajaran Kǒng Zǐ, para murid menjadi terpelajar dalam prinsip dan
metode pemerintahan. Dia sering terlibat dalam diskusi dan debat dengan
murid-muridnya dan sangat mementingkan studi mereka dalam pengetahuan sejarah,
puisi, musik, dan ritual. Kǒng Zǐ menganjurkan
kesetiaan terhadap prinsip daripada kecerdasan
individu, di mana reformasi harus dicapai dengan persuasi, alih-alih dilakukan
dengan kekerasan. Meskipun Kǒng Zǐ mencela mereka karena praktik mereka yang
terkadang melenceng dari ajarannya, para bangsawan selaku atasan mereka kemungkinan
tertarik pada gagasan memiliki pejabat yang dapat dipercaya, yang karena
keadaan zaman itu menuntut mereka untuk bertindak demikian.
Jika Kǒng Zǐ berhasil mendidik orang-orang hebat
yang akan menjadi pengikut dan penerusnya di
zaman yang sesudahnya, layakkah ajarannya disebut sebagai agama? Bukankah
warisannya hanya menjadi satu pemikiran filsafat dan etika? Kǒng Zǐ sendiri menganggap dirinya sebagai pemancar untuk
nilai-nilai periode sebelumnya yang dia klaim telah ditinggalkan pada masanya.
Ajaran filosofisnya, yang disebut Ruisme, menekankan moralitas pribadi dan
pemerintahan, keharmonisan hubungan sosial, keadilan, kebaikan, dan ketulusan.
Apakah itu Ruisme? Jika Anda mencari
kata ini dalam mesin-pencari Google, selalu akan dirujuk pada Confusianism (Konfusianisme, Ind.). 儒家主义 atau Rújiā Zhǔyì
adalah Ruisme; atau 儒教 Rú Jiào,
bermakna Agama Rú; 儒家信仰 atau Rújiā Xìnyǎng, berarti Keyakinan Rú.
Jadi apa itu Rú? Rú, menurut Xú Zhōngshū (徐中舒) dalam 'Kamus Naskah Tulang Orakel atau 'Oracle Bone Script Dictionary' (甲骨文字典 atau Jiǎgǔwén Zìdiǎn) seperti seorang pria yang memandikan
dirinya sendiri. Dalam agama primitif kuno sebelum pemuka agama mengadakan upacara kurban, para rohaniwan harus berpuasa dan
mandi untuk menunjukkan kesungguhan mereka. Ini tidak hanya membuktikan argumen
Húshì (胡适),
bahwa Ruisme pada awalnya dijalankan oleh pendeta Yīn-Shāng (殷商), tetapi juga menemukan
bukti bahwa Ruisme berfungsi sebagai agama kuno.
Lǐ Zéhòu (李泽厚,13-Jun-1930 - 2-Nov-2021), seorang filsuf modern, juga percaya bahwa Ruisme
berkembang dari kalangan penyihir. Kǒng Zǐ sendiri pernah berkata, "Aku serta
Shǐ (史 atau sejarah) dan Wū (巫,atau penyihir) dilukis
bersama namun kembali secara terpisah." Tetapi pada saat yang sama, dia
juga menunjukkan bahwa dia berbeda dari penyihir yang berspesialisasi dalam
berkomunikasi dengan hantu dan dewa, "Saya hanya meminta kebajikan."
Dimulai dengan Kǒng Zǐ, konsep "Ruisme" telah berubah, dan secara
bertahap telah keluar dari ruang lingkup perdukunan
dan ilmu sihir. Kǒng Zǐ adalah pendidik pertama dalam sejarah Tiongkok
yang membuka sekolah swasta. Dia dikenal sebagai 'guru
dari tiga ribu murid dan tujuh puluh dua orang bijak'.
Dia dan murid-muridnya menyebarkan etika, ritual,
dan berbagai pengetahuan yang selama itu telah
dimonopoli oleh para aristokrat dari zaman kuno selama berabad-abad, dan secara
bertahap membentuk sekolah Ruisme. Oleh karena itu, Ruisme telah mewarisi
budaya sejarah ilmu sihir sejak zaman Dinasti Shāng,
dan mengembangkan tradisi ritual dan musik pada masa
Dinasti Zhōu Barat.
Setelah berusia 68 tahun Kǒng Zǐ pulang ke kampung halamannya setelah menyelesaikan pengembaraan panjangnya. Pada tahun 483
seb.M. Kǒng Lǐ, putera semata wayangnya, meninggal dunia. Puteranya ini memang
tidak secemerlang ayahnya. Beruntunglah Kǒng Zǐ bahwa putera Kǒng Lǐ yang
bernama Kǒng Jí (孔伋) memiliki bakat seperti kakeknya, dan kelak dia berjasa meneruskan
dan mengembangkan ajaran Kǒng Zǐ. Dua tahun setelah kematian puteranya, kembali
Kǒng Zǐ ditimpa musibah. Yán Huí siswa favoritnya meninggal pada 481 seb.M. pada usia muda (40 tahun); padahal Yán Huí yang berbeda
usia 30 tahun dari Kǒng Zǐ, dan dia diharapkan oleh sang guru untuk menjadi
penerusnya. Akhirnya pada 479 seb.M. Kǒng Zǐ meninggal pada usia 71 atau
72 tahun karena sebab alami. Dia pun dimakamkan di Pemakaman Kǒng Lín (孔林) yang terletak di tempat
bersejarah Qūfù di Propinsi Shandong. Makam asli yang didirikan di sana untuk mengenang Kǒng Zǐ di tepi Sungai
Sìshuǐ (泗水) berbentuk kapak. Sampai
sekarang banyak pengikutnya yang masih melakukan ziarah ke tempat
persemayamannya.
sdjn/dharmaprimapustaka/220629