Sejak zaman
purbakala ribuan tahun yang lampau manusia yang mendiami bumi ini kerap
bertanya-tanya, bagaimana bumi dan alam semesta ini tercipta. Dari pengalaman
mereka dunia ini begitu teratur, ada siang ada malam yang datang silih berganti
dengan kepastian yang mengagumkan. Setiap pagi matahari terbit di timur dan di
sore hari ia tenggelam di barat, serta siang dan malam menciptakan suasana alam
yang sangat berbeda. Belum lagi musim-musim yang datang silih berganti sepanjang
tahun, dan kejadian itu pun berlangsung secara ajeg dari tahun yang satu ke
tahun yang berikutnya, serta kepastian itu berlangsung sepanjang masa hidup
mereka. Orang-orang yang kritis akan bertanya, apakah keadaan bumi kita yang
menakjubkan itu telah berlangsung sejak dulu kala? Atau barangkali baru terjadi
setelah bumi dan alam semesta itu tercipta?
Nenek moyang
kita yang sudah lama bertanya-tanya perihal permulaan dunia dan alam semesta,
sedikit demi sedikit mendapatkan jawaban lewat cerita-cerita orang sezamannya
yang begitu memikat dan mampu memuaskan rasa ingin tahu mereka. Cerita-cerita
itu menggambarkan penciptaan alam semesta dan dunia, termasuk pula kisah
manusia pertama yang mendiami dunia ini. Mitos penciptaan yang dikenal sebagai
kosmogoni, mengekspresikan pemahaman leluhur kita tentang keberadaan umat
manusia di dunia dan di alam semesta ini. Mitologi tentang penciptaan ini
ternyata ditemukan di beberapa bangsa dan kebudayaan kuno, yang berasal dari
zaman yang berbeda-beda. Sebagian kisah tentang penciptaan dunia dan alam semesta
hanya dikisahkan lewat cerita lisan yang disampaikan secara turun-temurun,
sedangkan sebagian lagi ditulis dalam naskah-naskah suci mereka dan terawetkan
hingga masa kini. Salah satu kisah penciptaan alam semesta yang ditemukan
secara kebetulan terjadi pada 1846, yakni tentang Enuma Elis. Mite yang bersumber dari kebudayaan Babilonia atau
Mesopotamia ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1100 seb.M., diperoleh dari
inskripsi yang tercetak di atas beberapa buah tablet tanah liat. Enuma Elis berisi epik yang mengisahkan
kemenangan Marduk, yang kemudian menjadi pimpinan para dewa, atas rivalnya
Tiamat, dan peristiwa tersebut sekaligus menjadi awal penciptaan dunia.
Dalam tulisan
ini kita tidak ingin membanding-bandingkan antara satu mitos penciptaan dunia
dan alam semesta yang berasal dari bangsa dan kebudayaan yang berbeda-beda,
tetapi kita akan mengambil satu contoh yakni mitos penciptaan alam semesta yang
berasal dari Tiongkok. Kemudian kita akan melihat sekilas kosmogoni dari
pandangan sains. Tulisan ini akan ditutup dengan pertanyaan, apakah alam
semesta kita ini akan berlangsung terus seperti saat ini atau akan berakhir
pada satu titik tertentu.
Jika kita
meneliti literatur Tiongkok Kuno ada kisah tentang sesosok makhluk bernama Pán
Gǔ. Ia adalah leluhur yang paling awal dari segala sesuatu, tokoh yang membuka
langit (atau surga) dan bumi dengan sekuat kemampuannya. Namun tragisnya, pada
akhir hidupnya, ia harus mengorbankan nyawanya sendiri guna menjadi bagian dari
alam semesta itu sendiri. Pan Gu (Pinyin: Pán Gǔ Shì; 盘古氏) bermakna "Pán" itu "cangkang telur", dan "Gǔ"
berarti "mengamankan" atau "padat"; jadi secara harfiah Pan Gu tidak lain cangkang
telur yang telah memadat atau mendekati saat menetasnya.
Selama ribuan
tahun legenda Pán Gǔ yang secara menakjubkan membentuk alam semesta,
disebarluaskan dari satu generasi ke generasi yang berikutnya. Tokoh ini
senantiasa dikenang sebagai satu diantara mutiara dalam cerita rakyat Tiongkok. Narasi tentang Pan Gu sendiri memiliki
banyak versi, tetapi pesan yang ingin disampaikan
oleh yang empunya cerita tetaplah sama. Pada zaman dahulu kala, sebelum ada apa pun di alam semesta
ini, ada entitas berbentuk telur yang
berukuran sangat besar. Di dalam telur purba
raksasa ini, dua kekuatan yang saling berlawanan,
yang oleh orang Tionghoa dikenal sebagai Yin dan Yang belumlah
ada alias masih bercampur-baur dalam keadaan kacau. Serta di luar telur raksasa
tidak dapat ditemukan apa pun jua, semuanya benar-benar hampa dan gelap.
Sekarang apa
itu Yin dan Yang? Prinsip Yin dan Yang berbunyi:
semua yang ada itu merupakan pertentangan atau perlawanan yang saling tidak
terpisahkan. Sebagai contohnya antara lain: wanita-pria, gelap-terang, dan
tua-muda. Dua kutub yang berlawanan Yin
dan Yang saling tarik-menarik, saling
melengkapi satu sama lain. Dalam pemahaman kita selama ini Yin adalah kutub negatif, sedangkan Yang tidak lain kutub positif. Kutub yang satu tidak lebih unggul
dibandingkan kutub yang lain. Jika terjadi penambahan tenaga pada kutub yang
satu, hal ini akan menambah kekuatan pula pada kutub yang lain; sehingga
keseimbangan diantara kedua kutub tetap terjaga guna mencapai keharmonisan.
Berikut ini disebutkan contoh Yin: feminin,
hitam, gelap, utara, air (transformasi), pasif, bulan, bumi, dingin, tua,
bilangan genap, lembah, miskin, lunak.
Konon selama delapan-belas ribu
tahun, Pán Gǔ mendekam di dalam cangkang telurnya dan
di sana ia tertidur sekaligus tumbuh menjadi besar. Sampailah pada satu hari
yang ditunggu-tunggu, Pán Gǔ terbangun dari
lelap panjangnya, dan dia mulai membuka
matanya. Tetapi yang dilihatnya hanya kegelapan dan kehampaan
belaka. Dia memasang kedua telinganya baik-baik tetapi yang
didapat hanya keheningan yang tidak menyenangkan. Pán Gǔ menemukan lingkungannya suram dan ditandai oleh khaos
atau kekacaubalauan.
Pán Gǔ saat
terbangun dan sadar, sedang berada di tengah-tengah telur. Dalam kebingungannya
ia menyulap untuk
menciptakan sebuah palu ajaib di tangan kanannya dan sebuah pahat magis di tangan
kirinya. Selanjutnya Pán Gǔ mulai bekerja, membagi
telur raksasa itu menjadi dua bagian,
dengan bantuan palu dan pahatnya. Akhirnya telur
besar itu terbelah dua dengan diiringi suara retakan bergemuruh. Perlahan- lahan
Yin dan Yang mulai berpisah. Semua yang
gelap dan berat tenggelam serta mulai membentuk bumi.
Dan sisanya yang terang dan jernih melayang-layang, serta sedikit
demi sedikit membentuk langit atau surga.
Setelah telur
raksasa terbelah menjadi dua Pán
Gǔ gembira dengan hasil kerjanya, namun di sisi lain dia khawatir bahwa kedua bagian telur itu
bakal bersatu
kembali. Lalu dia mendapat akal, dengan
berdiri diantara dua bagian telur itu, guna menjaga mereka tetap
terpisah. Dengan begitu kepalanya mendorong langit
agar bagian itu semakin membumbung ke atas, sementara telapak kakinya menekan
bumi ke bawah agar semakin menjauh ke bawah. Hari
demi hari berlalu dan tubuh Pán Gǔ tumbuh semakin lama semakin besar. Setiap hari
lewat, langit naik sepuluh kaki lebih jauh di
atasnya, dan bersamaan dengan itu bumi menebal sepuluh
kaki di bawahnya, serta Pan Gu sendiri berkembang dua-puluh
kaki hanya demi mengimbangi hamparan yang
tumbuh, dan juga
untuk memaksanya bertahan.
Hari pun
berlanjut hingga lewat delapan-belas ribu tahun berikutnya, dan jarak antara
kedua belah telur raksasa sekarang telah mencapai tiga-puluh ribu mil. Setelah
dia yakin sepenuhnya bahwa kedua potongan telur raksasa itu tidak akan bersatu
kembali, Pán Gǔ yang kelelahan
itu pun menghentikan usaha kerasnya. Tubuh raksasanya tumbang menghantam bumi
dan Pán Gǔ pun tewas. Dengan kematian Pán Gǔ bukan berarti alam semesta
berhenti berkembang, namun transformasi ajaib terjadi yang akan membentuk wajah langit dan bumi selanjutnya.
Napas terakhirnya berubah menjadi angin dan
awan, dan suaranya menjadi gemuruh halilintar.
Salah satu matanya kemudian menjadi matahari dan mata lainnya
berubah menjadi bulan.
Rambut dan jenggotnya menjadi jutaan bintang Bima Sakti
yang berkerlap-kerlip di langit malam. Anggota tubuhnya
menjelma menjadi lima pegunungan yang paling
besar di Tiongkok. Darahnya berubah wujud menjadi aliran
sungai dan lautan. Daging
tubuhnya menjadi lahan pertanian yang subur, tulang-tulangnya berubah menjadi
permata dan mineral yang berharga; gigi dan kukunya menjadi logam berkilau. Bulu dan kulitnya bersenyawa menjadi vegetasi
tumbuh-tumbuhan yang subur. Keringat yang semula
keluar dari tubuhnya
sekarang jatuh sebagai air hujan yang menyuburkan bumi. Dan
akhirnya makhluk-makhluk kecil yang selama ini hidup di tubuh Pán Gǔ pun
menjadi hewan dan manusia yang tersebar memenuhi permukaan bumi.
Pán Gǔ sebagai
tokoh mitologi kerap digambarkan sebagai
seorang pria bertubuh kerdil yang mengenakan kulit beruang, atau hanya memakai celemek daun. Dia memiliki dua tanduk di
kepalanya. Di tangan kanannya dia memegang palu
dan di tangan kirinya pahat, yakni dua alat yang dia gunakan dalam menjalankan tugas
besarnya. Penggambaran lain memperlihatkan Pán Gǔ
ditemani oleh empat makhluk gaib, yakni kuda
bertanduk-satu atau unicorn, burung-api atau phoenix,
kura-kura, dan naga. Visualisasi Pán Gǔ lainnya menunjukkan dia
sedang memegang matahari di satu tangan
dan bulan di tangan lainnya.
Pán Gǔ sebagai
tokoh legenda yang menciptakan langit dan bumi, dianggap sesosok dewa oleh para
pemujanya. Bertempat di Provinsi Guangdong pada 1809 dibangun Kuil Raja Pan Gu
dengan altar pemujaan utama Dewa Pán Gǔ. Letak kuil ini di sebelah utara Kota
Shiling, barat laut Distrik Huadu, pada kaki Gunung Raja Pan Gu.
Kita sudah
mengetahui penciptaan alam semesta dari cerita kuno Tiongkok. Sekarang kita
akan melihat apa yang dikatakan oleh sains tentang asal-usul alam semesta. Ilmu
pengetahuan tidak menyebutkan apa yang ada sebelum alam semesta kita ini
tercipta, seperti yang akan penulis jelaskan nanti. Padahal menurut pemikiran
Yunani, sebelum alam semesta ini tercipta, yang ada hanyalah khaos atau kekacaubalauan semata.
Setelah khaos berakhir, barulah
terjadi keteraturan dan terciptalah kosmos.
Dengan demikian ada kesesuaian antara mitologi Tiongkok dengan mitologi Yunani.
Dalam
perjalanan ilmu astronomi dan kosmologi selama seratus tahun terakhir ini,
kebanyakan ahli setuju bahwa alam semesta dimulai oleh sebuah Dentuman Besar (dinamakan juga big bang) yang terjadi kurang lebih 12,7
milyar tahun yang lalu. Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta berasal dari
bakal-materi-dan-energi yang super-super masif dan sangat-sangat panas, yang
membesar dengan menyebarkan segala isinya. Pengembangan alam semesta sehingga
makin membesar, terjadi saat bermulanya dentuman besar dan berlangsung hingga
sekarang ini. Menurut perhitungan, pada satu-per-sepuluh-ribu detik sejak
ledakan besar terjadi, muncullah partikel-partikel kecil yang akan membangun
atom, seperti proton, elektron, dan netron. Namun untuk membentuk inti atom
yang sangat kecil diperlukan waktu tiga menit. Pada saat itu temperaturnya
mencapai tujuh-puluh kali suhu matahari kita. Kemudian masih diperlukan waktu
selama lima-ratus-ribu tahun untuk mendinginkannya, dan membuat atom berfungsi
secara sempurna. Dengan terbentuknya atom disusul dengan molekul, dimulailah
pembentukan materi dasar yang kelak membentuk alam semesta.
Molekul yang
paling banyak tercipta adalah hidrogen, yakni unsur yang paling ringan.
Molekul-molekul hidrogen membentuk awan hidrogen yang disebut nebula. Nebula
yang sangat panas ini berangsur-angsur membentuk bintang, dan salah satunya
adalah matahari kita. Berbarengan dengan terbentuknya bintang lahir pula planet-planet
di sekitarnya, sehingga sistem
bintang-planet ini dinamakan tata-surya. Kumpulan tata-surya ini berkumpul
kembali dalam konstelasi yang lebih besar yang dinamakan galaksi (galaksi
disebut juga: "pulau alam semesta"). Galaksi yang kita diami dinamakan
"Bimasakti" atau "Jalan Susu". Sesungguhnya tidak terhitung
banyaknya galaksi di alam semesta ini, sehingga sukar sekali membayangkan
betapa luas dan besarnya jagat raya kita ini.
Sekarang kita
coba membandingkan legenda tentang Pan Gu dengan terciptanya alam semesta
menurut sains. Dalam mite Tiongkok itu, pembentukan jagat raya bermula dari
keberadaan "telur-kosmik" raksasa, yang tumbuh dalam khaos. Sedangkan teori penciptaan
menyebutkan bahwa alam semesta bermula dari bakal-materi-dan-energi, yang berada
di satu titik. Kemudian konsep tentang khaos
yang menjadi kondisi awal juga diambil oleh para ilmuwan, dengan gagasan bahwa
jagat raya senantiasa mengembang, serta ide bahwa alam semesta itu telah
sedemikian tuanya. Demikian pula dengan gagasan bahwa begitu kosmos itu
terbentuk, terjadi pula prinsip dualitas atau Yin dan Yang. Sedangkan
pada teori kosmologi, proton dan elektron baru tercipta selang beberapa saat
setelah dentuman besar. Setelah kita membandingkan antara legenda dan ilmu
pengetahuan terdapat persamaan. Apakah ini kebetulan belaka? Walahualam.
Teori Dentuman
Besar kini makin diterima keabsahannya, karena bukti pengamatan dan studi yang
didasarkan pada ilmu fisika dan astronomi mendukung kebenaran teori tersebut.
Dengan demikian terbukti bahwa jagat raya kita sekarang dalam keadaan
mengembang. Apakah alam semesta ini akan mengembang terus-menerus di masa yang
akan datang? Sebagian ilmuwan memprediksi bahwa suatu saat pemuaian akan
berhenti, dari alam semesta akan menyusut. Jika ini benar terjadi, jagat raya
akan semakin mengecil, serta pada saatnya akan terjadi *Remukan Besar*. Remukan
Besar akan disusul segera dengan Dentuman Besar yang berikutnya, dan alam
semesta akan mulai tumbuh lagi dari nol dan proses yang sama akan berulang
kembali. Jika ini benar, maka kita akan mengetahui apa yang sesungguhnya
terjadi sebelum big bang yang lampau.
Namun sekali lagi jagat raya yang diperkirakan akan menyusut di masa depan itu
hanyalah prediksi, karena tidak ada bukti hal itu akan terjadi.
sdjn/dharmaprimapustaka/210505
Tidak ada komentar:
Posting Komentar