Rabu, 24 Agustus 2022

TAKHYUL


 

"Tak kenal, maka tak sayang; Kucing ditabrak, jabatan bakal dimutasi; Kucing disiram, turunlah hujan lebat; Kucing dibunuh, usahanya mengarah pada kebangkrutan; Makan daging Kucing, akan kena sakit syaraf; Ini namanya: 'Takhyul Kucing'.

Daun sirih ditaruh di sepatu, dia akan lulus ujian; Daun sirih dimasukkan ke saku kanan, membuatnya berwibawa; Daun sirih diselipkan ke saku kiri, orang ini akan disayang pacar; Ini namanya: 'Takhyul Sirih'.

Pohon kuping gajah tumbuh di halaman, sanggup membawa rejeki; Pohon mawar di kebun, pula akan mengundang hoki; Pohon sawo kecik di taman, akan mendatangkan kehormatan; Pohon kamboja di pekarangan, mampu mendatangkan roh-halus; Ini namanya: 'Takhyul Pohon'.

Batu akik, pemakainya berwibawa dan berani; Batu pirus, orangnya akan selamat dan sejahtera; Batu cempaka di jarinya, mendatangkan harta dan tahta; Batu kecubung dipakai, dia akan dikaruniai kelemahlembutan dan cinta-kasih; Batu nilem membuat pemakainya mujur dan panjang umur; Batu combong akan menganugerahkan asmara dan cinta; Ini namanya: 'Takhyul Batu Cincin'.

Ini takhyul yang ada di Indonesia; Tak kenal maka tak sayang; Tidak percaya pun tak jadi apa; Percaya pun tak ada yang melarang."

(Ibay, E., 1001 Takhyul di Indonesia, Penerbit Fikahati Aneska, Jakarta, 1991)

 

Jadi apa itu takhyul atau takhayul? Menurut Wikipedia, takhyul adalah kepercayaan atau praktik apa pun yang dianggap oleh non-praktisi sebagai irasional atau supranatural, dikaitkan dengan nasib atau sihir; yang mana orang yang percaya pada tahkyul mampu merasakan pengaruh kekuatan supranatural, atau merasakan ketakutan atas hal yang tidak bisa dipahaminya itu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, takhyul adalah sesuatu yang hanya ada dalam khayalan belaka. Di bangku sekolah, guru kerap mengajarkan para muridnya untuk tidak percaya kepada takhyul; karena takhyul dianggap bersumber pada sesuatu yang mustahil, tidak masuk akal, kampungan, dan jauh dari pola pikir dan gaya hidup orang modern. Jadi takhyul adalah istilah yang mempunyai konotosi negatif, yang sebaiknya dijauhkan dan dienyahkan dari pandangan kita.

 

Kita ambil 'Takhyul Kucing' di atas. Sebagian orang Indonesia percaya bahwa kucing adalah hewan yang patut dihormati dan disayang. Kepecayaan ini masih diyakini orang banyak. Buktinya jika ada kucing melintas di jalan raya, pengendara sepeda motor atau mobil jauh-jauh sudah mengerem kendaraannya, agar dia tidak menabrak kucing. Jika kucing itu sampai tergilas hingga tewas oleh wahana yang dikendarainya, mereka percaya bahwa setelah mencelakakan kucing orang yang melakukannya pasti tertimpa musibah, misalnya akan mengalami kecelakaan pada sisa perjalanan yang berikutnya. Untuk menangkalnya, kucing malang itu wajib dikubur dengan penghormatan yang layak. Padahal guru sudah mencekoki sejak dulu, agar kita seyogianya tidak mempercayai hal-hal yang irasional, tetapi kenyataannya masyarakat kita masih mempercayai 'takhyul kucing' tersebut.

 

Jika ada orang hendak menginap di satu hotel dan ketika akan check in resepsionis memberinya kamar bernomor '13', maka besar kemungkinan calon tamu ini akan menolaknya. Dia akan berusaha meminta kamar dengan nomor lain, atau bahkan membatalkan niatnya untuk menginap di sana. Mengapa? Sudah tertanam di masyarakat bahwa angka tiga-belas itu pembawa sial atau pembawa malapetaka. Kepercayaan ini bukan saja telah meracuni masyarakat Indonesia saja, tetapi juga dianut oleh sebagian besar penduduk dunia. Untuk menyiasatinya pengembang yang membangun rumah, hotel, atau apartemen menghindari angka '13', dan menggantinya dengan angka '12A', atau melompatinya sehingga setelah '12' akan langsung dinamakan '14' atau '15'.

 

Jika orang barat atau Indonesia percaya bahwa angka '13' itu tidak baik, masyarakat Tiongkok dan Asia Timur lainnya (termasuk Jepang) mengalami tetraphobia atau 'takut terhadap angka 4'. Mengapa demikian? Masyarakat Tionghoa kerap mengait-kaitkan persamaan-bunyi atau homophone untuk karakter atau aksara yang mereka pakai sehari-hari. Misalnya untuk persembahan dalam persembahyangan, orang suka menyediakan buah 'srikaya', semata-mata karena ada frasa 'kaya' yang berarti sesuatu yang memang dicita-citakan olehnya. Sebaliknya mereka menghindari pemberian 'pepaya' karena mengandung frasa 'payah', yang bermakna sesuatu yang sebaiknya disingkirkan. Nah, angka empat itu, 'Sì' (Mandarin) atau Sù (Hokkian) atau , dan ini mirip bunyinya (padahal intonasinya berbeda) dengan karakter 'Sǐ' (Mandarin) atau 'Sú' (Hokkian) atau , yang bermakna 'mati'. Jadi Anda pembaca tidak usah heran jika pergi ke satu gedung bertingkat dan tidak mendapatkan Lantai-4. Orang Tionghoa memberikan penomoran '1', '2', '3', lalu '5' (angka '4' dihindarkan). Bukan saja angka empat tok, tetapi angka berapa pun yang mengandung angka empat. Di Tiongkok Daratan yang menggunakan bahasa Mandarin, angka '14' (十四,Shísì) terdengar seperti 'sudah mati' atau 是死 (Shì sǐ), yang lebih fatal dibandingkan angka '4' itu sendiri. Juga angka '74' atau 七十四 (Qīshísì) mirip bunyinya dengan (Qíshí sǐ) atau 'sesungguhnya sudah mati'. Selanjutnya orang Tionghoa Daratan menghindari memiliki nomor telepon seluler yang mengandung angka empat, menghindari menyebut angka '4' ketika mengunjungi orang sakit, atau memberikan hadiah sebanyak empat item.

 

Dari mana asalnya kepercayaan seperti itu atau yang kita namakan takhyul? Tidak ada orang yang tahu, namun bisa kita asumsikan bahwa ada satu peristiwa di masa lampau – baik atau pun buruk – yang berlangsung berulang-ulang dan terjadi secara konsisten; sehingga membuat orang percaya dan menerima hal itu sebagai kebenaran. Jadi konon di satu masa yang entah kapan di negara antah-berantah, seekor kucing hitam lewat di tepi jalan. Tiba-tiba di jalan itu muncul dua kereta kuda berpapasan dari arah berlawanan, dan keduanya yang dikendalikan secara serampangan saling bertabrakan hingga membuat pengendaranya tewas. Pada kesempatan lain, seekor kucing hitam melompat ke atas tempat tidur orang yang sedang sakit, lalu tidak berapa lama kemudian si sakit pun meninggal dunia. Lain waktu pada satu malam saat bulan purnama, orang-orang melihat seekor kucing hitam menyeberang jalan; dan tak lama kemudian di sekitar tempat itu berjangkit wabah penyakit. Kucing hitam di sini adalah kucing yang sekujur tubuhnya berbulu hitam-legam. Jadi bisa disimpulkan bahwa kucing hitam yang nampak secara tiba-tiba akan membawa sial.

 

Di dunia nyata pun pernah terjadi kejadian yang tidak mengenakkan dan ini terjadi di negara adidaya. Anda pasti mengenal perjalanan ke bulan yang dilakukan oleh wahana-antariksa seri Apollo dari Amerika Serikat. Dari sejak peluncuran Apollo 7 lanjut ke Apollo 8 hingga Apollo 9 dan Apollo 10, kemudian dipuncaki oleh perjalanan Apollo 11, yang menorehkan tinta emas dalam prestasi umat manusia. Wahana ini berhasil mendarat di permukaan bulan pada misi yang berlangsung 16 hingga 24 Juli 1969, dan manusia pertama berhasil berjalan-jalan di bulan. Selanjutnya perjalanan menjelajahi dan mendarat di bulan dilakukan oleh misi Apollo 12 hingga Apollo 17. Dari enam perjalanan ini lima misi berhasil dirampungkan dengan sempurna, kecuali pada satu misi perjalanan. Misi yang gagal terjadi sewaktu Apollo 13 diluncurkan dari 11-17 April 1970, dan waktu itu terjadi musibah di tengah perjalanannya ketika ada satu tangki oksigen yang dibawanya meledak. Masih mujur! Tiga astronaut yang ada di dalamnya berhasil pulang kembali ke bumi dengan selamat. Jadi nampaknya angka '13' ini tidak membawa keberuntungan; percaya atau tidak percaya!

 

Takhyul merambah ke berbagai aspek kehidupan seperti yang ingin penulis kemukakan melalui contoh-contoh berikut ini. (1) Jangan bangun siang-siang. Nanti rejekinya habis dipacok ayam. (2) Orang yang memasak makanan yang terlalu asin, pertanda dia sudah kebelet kawin. (3) Setelah melayat orang mati di rumah duka atau kuburan, hendaknya mencuci muka dengan air sebelum masuk ke dalam rumah. Jika tidak dilakukan, maka akan diikuti oleh arwah orang tersebut, dan bakal mendatangkan kesialan, sakit, atau sawan. (4) Dianjurkan membunyikan klakson di perempatan atau pertigaan saat berkendara di jalan yang gelap dan sepi di malam hari, agar tidak menabrak makhluk halus yang tinggal di sana. (5) Wanita yang rambutnya berkeriting-kasar dan bergelombang-besar, bermata sayu layaknya sedang mengantuk, dan berkulit hitam-manis; adalah perempuan bernasib baik, pembawa berkah dalam keluarga, sehingga suaminya tidak kesulitan mencari uang. Namun wanita tipe ini sifat cemburunya besar dan selalu curiga pada suaminya.

 

Kita jangan memandang negatif dan sinis bahwa semua takhyul itu sesuatu yang tidak bermanfaat, karena sebetulnya di dalamnya tersirat nasihat dan pelajaran yang ingin disampaikan orang tua zaman dulu kepada anak-anaknya. Seperti contoh nomor 1 di atas sebetulnya berisi nasihat. "Jangan bangun siang-siang", yang berisi petuah agar orang memulai harinya pada pagi sesaat setelah fajar menyingsing agar waktu yang berharga bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. "Rejeki dipacok ayam" kedengarannya janggal karena makanan ayam tidak sama dengan makanan manusia. Mana ada orang harus mencari nafkah sedemikian rupa, sehingga harus berebut dengan ayam? Sebenarnya ini adalah semacam sindiran. Ayam saja sudah bangun pagi-pagi buta dan mengais-ngais tanah untuk mendapatkan makanan, sedangkan manusia masih bermalas-malasan. Dalam Sigālovāda Sutta, Sang Buddha bersabda, "Enam bahaya akibat kebiasaan menganggur atau bermalas-malasan." "... Ia berkata: 'terlalu dingin' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu panas' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu pagi' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu siang' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu lapar' dan ia tidak bekerja; ia berkata: 'terlalu kenyang' dan ia tidak bekerja. Dengan demikian semua yang harus ia kerjakan tetap tidak dilakukannya. Harta kekayaan baru tidak ia peroleh, dan harta kekayaan yang sudah ia miliki menjadi habis."

 

Contoh nomor tiga sebetulnya berasal dari tradisi, termasuk kebiasaan yang diyakini oleh keluarga penulis. Mama almarhumah selalu mengingatkan agar kami selalu mencuci muka dengan air sebelum memasuki rumah. Jadi beliau sudah menyediakan air di dalam ember di depan pintu, sebelum kami pergi melayat orang yang meninggal. Pada saat penulis masih kanak-kanak dan belum mengerti apa makna dibalik ritual cuci-muka itu, kami semua dengan patuh melaksanakannya. Memang ada beberapa pantangan dalam budaya Tionghoa yang berkaitan dengan kontak terhadap jenazah, yang akan penulis ceritakan dalam tulisan-tulisan yang akan datang. Yang jelas, mencuci muka, bahkan sekarang disarankan untuk mandi sekalian keramas, sekaligus memasukkan pakaian bekas ke tempat cuci; adalah kiat yang harus diterapkan dalam masa pandemi Covid-19 sekarang ini.

 

Contoh takhyul nomor empat ini berasal dari agama setempat di Indonesia. Masyarakat Nusantara percaya ada makhluk halus yang mendiami lokasi yang 'angker', tidak terkecuali tempat yang sepi di pertigaan atau perempatan jalan. Umat Buddha saja percaya akan keberadaan peta atau makhluk hantu, yang ternyata bertempat tinggal di banyak tempat. Lalu apa perlu membunyikan klakson di malam hari ketika melewati tempat mereka tinggal, agar mereka menyingkir dan tidak tertabrak? Mungkin benar ada makhluk-makhluk peta yang tinggal di sana, tetapi kita seharusnya tetap berkendara dengan hati-hati dan disertai tingkat kewaspadaan yang tinggi. Alih-alih membunyikan klakson, seyogianya kita memancarkan metta, bergumam seraya membisikkan: "Semoga semua makhluk hidup berbahagia" atau "Sabbe sattā bhavantu sukhitattā".

 

Orang zaman sekarang dengan bangganya berkata: "Kami orang yang rasional, kami tidak percaya pada takhyul." Apakah ungkapan itu benar? Memang salah satu ciri takhyul adalah isinya yang tidak logis, atau berlawanan dengan ilmu pengetahuan modern. Tetapi apakah benar manusia zaman kita telah terbebas dari irasionalitas atau sesuatu yang tidak masuk akal? Cornelis Anthonie van Peursen (lahir 1920), seorang filsuf kebudayaan Belanda, dalam bukunya Strategie van de Cultuur (buku ini telah diindonesiakan dengan judul Strategi Kebudayaan), menulis: "Keberadaan irasionalitas biasanya dihubungkan dengan budaya yang ada pada masyarakat. Kebudayaan merupakan perwujudan dari kehidupan oleh setiap orang maupun setiap kelompok. Adanya tayangan iklan yang mengandung unsur kebudayaan pada masyarakat akan berpengaruh pula terhadap kebiasaan atau budaya yang ada pada masyarakat tersebut." Kutipan tesebut membuktikan bahwa kebudayaan dapat meliputi semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia, seperti cara seseorang dalam menyikapi atau menghayati suatu kematian, tata cara seseorang dalam berpakaian, cara mengolah makanan, cara berkehidupan dalam masyarakat, cara menyambut sesuatu hal atau peristiwa yang dianggap penting, dan sebagainya.

 

Barangkali contoh sederhana ini bisa membuat Anda mengerti bagaimana orang modern bisa terjebak dalam irasionalitas. Sebenarnya Anda tidak terlalu ambil pusing perihal uang tabungan Anda yang tidak seberapa besar jumlahnya yang disimpan di satu rekening bank. Dengan tingkat bunga yang tidak seberapa, bunga yang dihasilkan setiap tahunnya pun tidak berarti, namun uang itu tersimpan dengan aman. Akan tetapi daya bujuk sang influencer, teman yang baru Anda kenal, itu sungguh luar biasa. Dia bisa membujuk Anda menciptakan khayalan atau pemikiran artifisial seperti ini: “Bahwa dengan menyimpan uang Anda ketimbang menabungnya di Bank, Anda cukup mendepositokan sejumlah uang di rekening tertentu. Kemudian, pemilik dana menebak apakah pasar akan jatuh atau naik dan pengguna juga diminta untuk memilih durasi waktu bertaruh. Adapun waktunya terdiri dari dua pilihan, yakni dalam jangka waktu yang singkat ataupun panjang. Setelah memasuki batas waktu, maka trading akan ditutup secara otomatis. Jika tebakan Anda benar, maka Anda berhak mendapat keuntungan sesuai dengan asset yang didepositkan. Akan tetapi, jika tebakannya salah, maka pengguna akan kehilangan sejumlah uang yang telah diinvestasikan. Sang influencer melanjutkan: "Ayolah, nanti Bapak/Ibu kami undang untuk melihat presentasi kami di Zoom. Pembawa acaranya seorang aktris terkenal dan ada juga seorang crazy rich." 'Khayalan' itu pun merasuki pikiran Anda, memperlemah daya kritis Anda, sampai pada akhirnya Anda berkata: "Aku ikut."

 

Maka mulailah Anda berinvestasi. Mulanya cuma satu juta rupiah, dan dalam tempo tidak terlalu lama sudah ada hasilnya. Puas karena uang simpanan bertambah, Anda tambah lagi investasinya hingga lima juta, dan selang berapa lama simpanan Anda bertambah lagi. Kemudian Anda menggandakan lagi taruhan Anda, bahkan sampai meminjam dana dari saudara. Namun mujur tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Model skema investasi yang Anda ikuti tiba-tiba ditutup oleh Pemerintah, karena masyarakat mengadu akibat ditipu oleh pihak penyelenggara. Sekarang tidak jelas nasib investasi Anda yang ditanam di sana. Anda dan puluhan ribu nasabah lainnya hanya bisa nangis-bombay, karena simpanan tersebut telah raib entah kemana.

 

Jadi benar apa yang dikatakan oleh Cak Nun atau Emha Ainum Nadjib berikut ini: "Program-program pembangunan kita memacu takhayul: mengetalasekan beribu-ribu jenis konsumsi yang tak sejati, yang sebenarnya belum tentu dibutuhkan oleh konsumen. Iklan-iklan industri adalah kendaraan budaya yang mengangkut jutaan manusia dari terminal kebutuhan ke terminal nafsu, dari kesejatian ke kepalsuan. Mereka dicetak untuk merasa rendah dan bahkan merasa tak ada, apabila tidak memiliki celana model ini dan kosmetik model itu. Merek-merek dagang adalah strata takhayul dan klenik. Para pasien di rumah sakit budaya tinggi, budaya gengsi, budaya kelas priayi, menyerbu warung-warung status modernitas, bukan untuk membeli barang, melainkan membeli anggapan-anggapan tentang barang. Salah satu wajah dunia industri modernitas adalah takhayul konsumtivisme, yang menjadi sumber bidang persaingan ekonomi, pergaulan kekuasan politik, hingga penyelewengan hukum (https://caknun.com/2022/takhayul_konsumtivisme).

 

 

sdjn/dharmaprimapustaka/220824



Rabu, 10 Agustus 2022

AMBEDKAR


 

Pada kesempatan ini penulis akan mengajak para pembaca mengikuti kisah hidup seorang reformis sosial dan pemimpin politik India yang lahir menjelang pergantian abad ke-20 yang lampau. Tokoh kita ini dikatakan oleh sementara orang sebagai sosok yang sangat kontroversial di negara asalnya, meskipun kenyataannya tidak demikian. Kontribusinya di bidang ekonomi luar biasa dan dia akan dikenang oleh orang India untuk selamanya.

 

Bhimrao lahir pada 14 April 1891 di kota dan markas militer Mhow di Negara Bagian Madhya Pradesh. Dia adalah anak ke-14 dan terakhir dari Ramji Maloji Sakpal, seorang perwira tentara berpangkat Subedar, dan ibu yang bernama Bhimabai Sakpal, putri Laxman Murbadkar. Keluarganya berlatar belakang Marathi dari kota Ambadawe di distrik Ratnagiri, sekarang berada di Maharashtra modern. Bhimrao lahir dalam lingkungan kasta Mahar atau golongan Dalit, yang diperlakukan sebagai The Untouchable atau kelompok orang yang tidak-boleh-disentuh, serta mereka mengalami diskriminasi sosial-ekonomi yang keji. Tempat kelahiran Bhimrao kelak dinamakan sebagai Dr. Ambedkar Nagar.

 

Nenek moyang Bhimrao telah lama bekerja untuk kepentingan Korps British East India Company (Firma Dagang Hindia-Timur Britania, serupa dengan Firma Dagang Hindia-Timur Belanda atau VOC di Indonesia yang termasyhur itu), dan ayahnya bertugas di Angkatan Darat India-Inggris di Garnisun Militer Mhow. Meskipun mereka bersekolah formal, Bhimrao dan anak-anak golongan The Untouchable lainnya dipisahkan dan hanya diberi sedikit perhatian atau bantuan oleh guru-guru mereka. Mereka tidak diperbolehkan duduk di dalam kelas. Ketika mereka perlu minum air, seseorang dari kasta yang lebih tinggi harus menuangkan air minum dari ketinggian tertentu, karena mereka tidak boleh menyentuh air atau bejana yang berisi air itu. Tugas ini biasanya dilakukan oleh seorang petugas sekolah, dan jika petugas tidak berada di tempat maka mereka semua terpaksa menahan dahaga, sampai ada seseorang yang memberikan mereka air.

 

Apa itu yang disebut sebagai The Untouchable itu? Pengertian untouchable atau  'yang tak-boleh disentuh', memiliki makna lain yakni Kaum Hina-Dina, sampah masyarakat, orang di luar kasta, atau disebut 'Paria'. Adanya kasta membentuk struktur dan hierarki dalam masyarakat India sejak zaman kuno. Khusus untuk Paria, mereka adalah kaum yang paling terintimidasi, dibandingkan dengan Kasta Sudra, yakni golongan terendah dari empat kasta yang ada di India. Diskriminasi itu begitu kuatnya sehingga haram hukumnya jika ada seorang dari kasta tinggi melakukan kontak-tubuh dengan seorang paria. Di zaman dahulu, seorang brahmana (yaitu orang dari kasta tertinggi) jika ingin bepergian di tengah keramaian, harus menunggu hingga waktu menjelang tengah hari. Anda tahu apa sebabnya? Itu karena di saat tengah hari matahari terletak di atas kepala, jadi tidak timbul bayangan di tanah. Sang brahmana itu takut sekali jika sampai ada bayangan tubuh seorang paria menyentuh tubuhnya. Jadi dia bukan hanya takut tersentuh tubuhnya, tetapi juga tidak mau terkena bayangannya. Aneh sekali, tapi nyata!

 

Ramji Sakpal pensiun pada tahun 1894 atau saat Bhimrao berusia tiga tahun, dan keluarganya pindah ke Satara dua tahun kemudian. Tak lama setelah mereka pindah, ibunda Bhimrao meninggal dunia. Anak-anak diasuh oleh bibi dari pihak ayah mereka dan mereka semua hidup dalam keadaan sulit. Tiga putera – Balaram, Anandrao dan Bhimrao – serta dua puteri – Manjula dan Tulasa – bisa selamat dari kesulitan hidup yang mereka jalani. Dari saudara-saudaranya, hanya Bhimrao yang lulus ujian sekolah dasar dan melanjutkannya ke sekolah menengah. Ketika Bhimrao bersekolah di sana nama keluarga aslinya adalah Sakpal, tetapi ayahnya mendaftarkan nama anaknya sebagai Ambadawekar, yang berarti dia berasal dari desa asalnya 'Ambadawe' di distrik Ratnagiri. Guru Brahmana Marathi-nya, Krishnaji Keshav Ambedkar, mengubah nama keluarganya dari 'Ambadawekar' menjadi nama keluarganya sendiri 'Ambedkar', dan nama ini resmi dicantumkan dalam ijazah sekolahnya. Dengan demikian Bhimrao sekarang kita panggil dengan sebutan Ambedkar, dengan nama lengkap: Bhīmrāo Rāmjī Āmbēḍkar.

 

Pada tahun 1897, keluarga Ambedkar pindah ke Mumbai (dahulu: Bombay) tempat Ambedkar menjadi satu-satunya warga Dalit yang terdaftar di Elphinstone High School. Pada tahun 1906, ketika dia berusia sekitar 15 tahun, Ambedkar menikahi seorang gadis berusia sembilan tahun, Ramabai. Perkawinan itu sesuai dengan adat yang berlaku saat itu, dan diatur oleh orang tua pasangan masing-masing.

 

Pada tahun 1907, Ambedkar lulus ujian matrikulasi dan pada tahun berikutnya dia masuk Elphinstone College, yang berafiliasi dengan Universitas Bombay, menjadi mahasiswa pertama dari kasta Mahar yang pernah menuntut ilmu di sana. Ketika dia lulus ujian standar bahasa Inggris tingkat keempat, orang-orang di komunitasnya ingin merayakannya karena mereka menganggap bahwa dia telah mencapai 'ketinggian yang luar biasa'; yang menurut mereka 'hampir tidak dapat dibandingkan dengan keadaan pendidikan di komunitas lain'. Sebuah upacara publik diadakan oleh komunitasnya, untuk merayakan keberhasilannya, dan pada kesempatan inilah dia diberikan buku biografi Sang Buddha oleh Dada Keluskar, penulis dan seorang teman keluarga. Di tahun 1912, dia memperoleh gelar sarjana di bidang ekonomi dan ilmu politik dari Universitas Bombay, dan bersiap untuk bekerja di pemerintah negara bagian Baroda. Istrinya baru saja memindahkan keluarga mudanya dan mulai bekerja ketika dia harus segera kembali ke Mumbai untuk menemui ayahnya yang sakit, yang kemudian meninggal pada 2 Februari 1913.

 

Pada tahun 1913, pada usia 22 tahun, Ambedkar dianugerahi Beasiswa Negara Baroda sebesar £11,50 per bulan selama tiga tahun di bawah skema yang didirikan oleh Sayajirao Gaekwad III, yang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pendidikan pascasarjana di Universitas Columbia di Kota New York. Dia lulus ujian MA pada Juni 1915, jurusan ekonomi, dan mata pelajaran lain dari Sosiologi, Sejarah, Filsafat, dan Antropologi. Dia mempresentasikan tesis: "Perdagangan India Kuno". Pada tahun 1916, dia menyelesaikan tesis master keduanya, "Dividen Nasional India – Sebuah Studi Sejarah dan Analitis", untuk gelar MA kedua. Pada tanggal 9 Mei, ia mempresentasikan makalah Kasta di India: "Mekanisme, Kejadian dan Perkembangannya" Ambedkar menerima gelar Ph.D. bidang ekonomi di Columbia University pada tahun 1927.

 

Karena Ambedkar didukung oleh beasiswa Negara Bagian Baroda, dia terikat untuk melayaninya. Dia diangkat sebagai Sekretaris Militer untuk Gaikwad tetapi harus berhenti dalam waktu singkat. Setelah itu, dia mencoba mencari cara untuk mencari nafkah bagi keluarganya yang terus berkembang. Dia bekerja sebagai guru privat, sebagai akuntan, dan mendirikan bisnis konsultasi investasi, tetapi usaha-usahanya itu gagal ketika kliennya mengetahui bahwa dia berasal dari golongan paria. Pada tahun 1918, ia sudah diangkat menjadi Profesor Ekonomi Politik di Sydenham College of Commerce and Economics di Mumbai. Meskipun ia berhasil mendidik mahasiswanya dengan baik, profesor lain keberatan untuk berbagi kendi air minum dengan dia. Jadi walaupun dia ditunjuk sebagai dosen di perguruan tinggi terkemuka, diskriminasi mayoritas golongan Hindu terhadap kaum Dalit tetaplah dominan.

 

Ambedkar juga piawai dalam bidang hukum. Pada 1926, ia berhasil membela tiga pemimpin bukan-brahmana yang menuduh komunitas Brahmana merusak India, dan kemudian tiga pemimpin itu dituntut atas pencemaran nama baik. Kemenangan di pengadilan itu turut membesarkan nama Ambedkar. Saat berpraktik hukum di Pengadilan Tinggi Bombay, ia mencoba mempromosikan pendidikan kepada kalangan the untouchable. Upaya terorganisir pertamanya adalah pendirian lembaga pusat Bahishkrit Hitakarini Sabha, yang dimaksudkan untuk mempromosikan pendidikan dan peningkatan sosial-ekonomi, serta kesejahteraan bagi "orang buangan". Untuk membela hak-hak Dalit, ia menerbitkan sejumlah majalah seperti 'Mook Nayak', 'Bahishkrit Bharat', dan 'Equality Janta'.

 

Pada tahap perjuangan selanjutnya, Ambedkar menulis serangkaian rekomendasi terpisah bagi Konstitusi India masa depan. Pada tahun 1927, Ambedkar telah memutuskan untuk meluncurkan gerakan aktif melawan keterasingan kaumnya. Dia mulai dengan gerakan publik dan pawai untuk membuka sumber air minum publik. Dia juga memperjuangkan hak golongan Dalit untuk memasuki kuil-kuil Hindu. Dia memimpin satyagraha di Mahad untuk memperjuangkan hak komunitas the untouchable untuk mengambil air dari tangki utama di kota itu. Dalam sebuah konferensi di akhir tahun 1927, Ambedkar secara terbuka mengutuk teks klasik Hindu Manusmriti atau 'Hukum Manu', karena secara ideologis membenarkan diskriminasi kasta dan mencampakkan golongan paria; dan dia secara seremonial membakar salinan teks kuno tersebut. Setiap tanggal 25 Desember dia memimpin ribuan pengikutnya untuk membakar salinan Manusmriti, dan peristiwa ini diperingati sebagai Manusmriti Dahan Din. Pada tahun 1930, Ambedkar meluncurkan gerakan Candi Kalaram setelah tiga bulan melakukan persiapan. Sekitar 15.000 relawan berkumpul di Satygraha Kuil Kalaram demi mengadakan salah satu prosesi terbesar. Arak-arakan itu dipimpin oleh sebuah band militer dan sekelompok pramuka; laki-laki dan perempuan berjalan dengan disiplin dan tertib, lalu bertekad melihat dewa yang dipuja di kuil itu untuk pertama kalinya. Ketika mereka sampai di gerbang, pintu masuk kuil ditutup oleh otoritas Brahmana. Perjuangan di bidang politik untuk kemajuan kaumnya diperoleh sewaktu Ambedkar bergabung dengan Southborough Committee, yang menghasilkan Government of India Act 1919; dan belakangan setelah berbeda pendapat dengan Gandhi, komite menelurkan Poona Pact 1932.

 

Ambedkar dilatih sebagai pakar ekonomi, dan menjadi ekonom profesional hingga 1921, sewaktu dia menjadi pemimpin politik. Istri pertama Ambedkar, Ramabai, meninggal pada tahun 1935 setelah lama menderita sakit. Setelah menyelesaikan rancangan konstitusi India pada akhir 1940-an, Ambedkar menderita kurang tidur, mengalami nyeri neuropatik di kakinya, dan harus mengonsumsi insulin dan obat-obatan homoeopati. Dia pergi ke Bombay untuk berobat, dan di sana dia bertemu dengan Sharada Kabir, yang dinikahinya pada 15 April 1948 di rumahnya di New Delhi. Para dokter merekomendasikan seorang pendamping yang pandai memasak dan memiliki pengetahuan medis untuk merawatnya. Isteri keduanya mengadopsi nama Savita Ambedkar dan merawat suaminya sepanjang hidupnya. Savita Ambedkar, yang juga dipanggil 'Mai', meninggal pada 29 Mei 2003 dalam usia 93 tahun di Mumbai.

 

Undang-Undang Dasar India dan proses penyusunannya sering dilihat sebagai karya Ambedkar. Dia dianggap sebagai 'Bapak Konstitusi India', dan barangkali yang paling dikenal dalam seluruh anggota komitenya. Ambedkar menjadi figur kunci dalam proses penulisan konstitusi tersebut, karena keterlibatan langsungnya dalam pengetikan, pengungkapan, dan campur tangannya dalam badan itu. Dia juga aktif berdebat dengan pihak-pihak yang tidak setuju sewaktu dilakukan perumusan naskah konstitusi itu. Sebelum India meraih kemerdekaannya, Ambedkar ditunjuk menjadi Menteri Hukum dan Kehakiman India yang pertama di kabinet Dewan Konstituante PM Nehru pada 1947. Adalah juga gagasan-gagasan Ambedkar, yang melandasi pembentukan Bank Sentral India, setelah Pemerintah India yang independen efektif memerintah negara besar tersebut.

 

Sumbangsih Ambedkar yang lain adalah menetapkan bendera nasional India. Puluhan tahun pimpinan India tidak mencapai kesepakatan atas bendera nasionalnya. Sedianya bendera nasional diadopsi dari bendera negara-bagian yang sudah ada, dan ada juga yang menginginkan menyelipkan simbol Union Jack yang merupakan lambang Britania Raya. Akhirnya diputuskan bendera India berukuran 3 berbanding 2, dengan tiga warna horizontal: Kunyit-safron di sisi atas, putih di tengah, dan hijau-india di bawah. Mahatma Gandhi mengusulkan ada gambar mesin-pintal di tengah-tengah bendera. Belakangan usulan itu dimentahkan, dan diganti dengan 'Cakra Asoka' berwarna biru, yang melambangkan 'Roda-Dhamma' dari Buddhisme. Menurut Sarvepalli Radhakrishnan, cakra melambangkan Dharma atau Hukum Kebenaran.

 

Ambedkar yang dari lahirnya mengikuti tradisi Hindu, mempertimbangkan untuk menganut agama Sikh, yang saat itu turut menyuarakan suara oposisi terhadap penindasan dan diskriminasi kasta. Tapi setelah bertemu dengan para pemimpin Sikh, dia menyimpulkan bahwa dia mungkin hanya akan mendapatkan status Sikh 'kelas dua'. Sebaliknya, sekitar tahun 1950, dia mulai mencurahkan perhatiannya pada Buddhisme dan pergi ke Sri Lanka untuk menghadiri pertemuan World Fellowship of Buddhists. Saat mendedikasikan sebuah vihara Buddhis baru di dekat Pune, Ambedkar mengumumkan bahwa dia sedang menulis sebuah buku tentang Buddhisme, dan setelah bukunya rampung dia akan secara resmi ditahbiskan sebagai penganut Buddha. Ambedkar sempat pula mengunjungi Burma pada tahun 1954, dengan ikut menghadiri konperensi ketiga Persekutuan Buddhis Sedunia di Rangoon. Pada tahun 1955, dia mendirikan Bharatiya Bauddha Mahasabha, atau Masyarakat Buddhis India. Setelah pertemuan dengan bhikkhu Sri Lanka, Hammalawa Saddhatissa, Ambedkar menyelenggarakan upacara publik resmi untuk dirinya dan para pendukungnya di Nagpur pada 14 Oktober 1956. Dengan membacakan paritta Tiga Perlindungan dan Lima Sila di hadapan seorang bhikkhu, Ambedkar bersama isterinya resmi menjadi Buddhis. Dia kemudian melanjutkan upacara untuk membuddhiskan sekitar 500.000 pendukungnya, yang pada saat itu sedang berkumpul di sekelilingnya. Mungkin inilah satu-satunya kejadian yang melibatkan begitu banyak orang, yang memilih beragama Buddha pada hari yang sama. Peristiwa itu dikenal pula sebagai 'Pergerakan Buddhis Dalit' atau Navayana atau Neo Buddhisme.

 

Sejak 1948, Ambedkar menderita diabetes, dan semenjak itu kondisi kesehatannya semakin memburuk. Tiga hari setelah menyelesaikan naskah terakhirnya: The Buddha and His Dhamma, Ambedkar meninggal dalam tidurnya pada tanggal 6 Desember 1956 di rumahnya di Delhi. Sebuah kremasi Buddhis diselenggarakan di pantai Dadar Chowpatty pada tanggal 7 Desember, dihadiri oleh setengah juta orang yang berduka. Perjuangan Ambedkar kelak akan dilanjutkan oleh puteranya Yashwant Ambedkar dan kemudian oleh cucu tertuanya, Prakash Yashwant Ambedkar.

 

Atas jasa-jasanya terhadap perjuangan kemanusiaan hingga berdirinya negara India, hari jadinya dinamakan Ambedkar Jayanthi, dan diperingati sebagai hari libur nasional. Dia dianugerahi pula bintang Bharat Ratna (tanda kehormatan sipil tertinggi), secara anumerta oleh Pemerintah India pada tahun 1990. Ada beberapa lembaga publik yang dinamai 'Ambedkar' sebagai penghormatan kepadanya, antara lain Bandara Internasional Dr. Babasaheb Ambedkar di Nagpur, atau dikenal sebagai Bandara Sonegaon; Institut Teknologi Nasional Dr. B. R. Ambedkar, Jalandhar; dan Universitas Ambedkar Delhi. Barangkali bagi kita, perjuangannya memperkenalkan agama Buddha kepada kaum Dalit, memiliki andil membangkitkan kembali kehadiran Buddhisme di Tanah Kelahirannya.

 

 

sdjn/dharmaprimapustaka/220810