Tersebutlah kisah seorang umat yang biasa
bersembahyang di sebuah kelenteng, merasa depresi karena penyakit asma yang
dideritanya nyaris membuatnya putus asa. Jika penyakit itu sudah kumat, menarik
napas saja terasa berat dan dada tersayat nyeri. Entah sudah berapa banyak
dokter yang dikunjunginya, namun kerap penyakitnya kambuh kembali. Pengobatan
alternatif pun sudah dijalani sesuai dengan anjuran kerabat dan sahabatnya,
namun hasilnya tetap saja tidak memuaskan.
Satu hari kebetulan setelah selesai
bersembahyang di bio atau kelenteng
yang biasa dia kunjungi, dia bertemu dengan Suhu (biarawan) yang sebenarnya
sudah lama tinggal di rumah ibadah tersebut. Keduanya lalu terlibat dalam
pembicaraan yang serius. Lelaki itu menceritakan sekilas kehidupannya dan dia
banyak mengeluhkan tentang penyakitnya, yang sudah kronis dan merongrong
aktivitasnya sehari-hari. Sang Suhu mendengarkan keluh-kesahnya dengan sabar,
lalu dia pergi ke altar utama, mengambil sebuah botol berisi air, dan menyerahkannya
kepada lelaki umat awam itu. "Air apa yang ada di dalam botol ini,
Suhu?" kata lelaki itu. "Botol ini berisi air minum yang berasal dari
sumur di bio ini dan sudah cukup lama
diletakkan di altar. Air di botol ini sudah diberkahi oleh Kongco." Lebih lanjut Suhu menyarankan, air itu sebaiknya
diminum dua atau tiga kali sehari. Cara pemakaiannya, cukup diambil satu dua
tetes dari botol itu, kemudian dicampur dengan segelas air minum di rumah.
Lelaki umat awam itu kemudian menuruti
nasihat sang Suhu, dan dia minum air yang telah diberkati oleh Kongco tiga kali sehari, sesuai dengan anjuran
yang telah disampaikan. Setelah dia minum air pemberian Suhu secara teratur,
anehnya gejala penyakitnya berangsur-angsur semakin jarang kambuh, dan dia
merasakan tubuhnya semakin nyaman. Lewat beberapa minggu air di dalam botol itu
semakin berkurang, dan dia pun kembali ke bio,
menemui Suhu dan meminta air kembali. Demikianlah sampai dia menghabiskan tiga
botol air dari Kongco, dan setelah
itu tidak pernah terdengar dia mengeluhkan penyakitnya itu lagi.
Anda para pembaca pasti memiliki komentar
masing-masing saat mendengar cerita di atas. Sebagian percaya bahwa memang air
yang diberikan Suhu itu memiliki khasiat atau mukjizat yang bisa menyembuhkan
penyakit. Sebagian lagi menganggap cerita yang dipaparkan di atas cuma sekedar
omong kosong atau bullshit, atau
skeptis bahwa kisah itu benar-benar terjadi. Jika memang air itu
sungguh-sungguh berkhasiat muncul lagi spekulasi, apa yang membuatnya menjadi
obat yang mujarab, antara lain: (1) air sumur yang berasal dari lahan kelenteng
itu bisa menyembuhkan penyakit, (2) air itu berkhasiat karena diletakkan di
altar utama dan langsung mendapat berkah dari Kongco, (3) air itu manjur dalam menyembuhkan penyakit, karena
senantiasa disembahyangi oleh Suhu dan atau didoakan oleh umat kelenteng.
Kita tidak akan berdebat atau menebak mana
diantara kemungkinan di atas yang paling mendekati kebenaran. Kita hendak
menyelidiki seberapa kuat pikiran manusia yang jika diarahkan, akan mampu
mengubah kualitas air. Penulis mau mengajak Anda sekalian untuk melakukan
sendiri eksperimen yang sederhana, mudah, dan murah berikut ini.
Untuk melakukan sendiri eksperimen ini Anda
cukup menyediakan tiga kemasan air mineral yang bisa dibeli dengan mudah di
toko seperti Indomaret atau Alfamart. Agar mudah ditangani dan dipindahkan
pilihlah kemasan galon-mini yang berisi lima liter air. Jika sulit mendapatkan
kemasan galon-mini, Anda bisa menukarnya dengan sembilan buah kemasan botol
plastik berkapasitas @ satu-setengah liter. Tiga buah kemasan galon-mini atau
sembilan botol itu harus dari merek yang sama dan tanggal produksinya juga
sama. Dengan demikian ketiga paket kemasan air mineral itu identik karena masuk
dalam batch produksi yang sama.
Selanjutnya untuk memudahkan identifikasi, kemasan wadah itu diberi tempelan
stiker-berwarna, masing-masing warna hijau, merah, dan kuning (jika memakai
botol 1,5 liter ada tiga yang hijau, tiga yang merah, dan seterusnya). Kemudian
letakanlah tiga paket air kemasan itu di kamar atau ruangan tertutup yang
berbeda-beda. Misalnya satu di kamar tidur, satu di ruang tamu, dan satu lagi
di dapur.
Begitu dipilih penempatannya, masing-masing
paket kemasan air mineral ini harus berada di tempat semula, tidak boleh
dipindah-pindahkan hingga eksperimen kita berakhir. Mudah bukan? Kemudian kita
akan melakukan ritual, yang merupakan bagian paling penting dari percobaan ini.
Pada paket kemasan air warna hijau kita akan menyampaikan kata-kata positif,
sedangkan pada paket kemasan air warna merah kita akan mengekspresikan
kata-kata negatif. Dalam melakukannya Anda boleh membisikkan kata-kata itu ke
dekat galon atau botol tersebut, bisa juga mengatakannya dengan suara lantang,
atau jika perlu sedikit berteriak. Lakukanlah narasi kata-kata itu paling tidak
tiga kali sehari. Tapi jangan sampai keliru! Hanya kata-kata positif untuk si
hijau dan kata-kata negatif untuk si merah.
Apa itu kata positif dan mana kata negatif?
Contoh rangkaian kata positif: "Wahai Air! Bagaimana kabarmu hari ini?
Rupamu bening, bersih, dan cerah! Kamu membuat hatiku gembira! Parasmu elok dan
jiwamu murni! Aku cinta kamu! Memandangmu hatiku pun damai! Terima kasih
Air!" Berikut ini contoh untaian kata negatif: "Dasar Air sialan!
Kamu bodoh! Engkau membuatku jijik! Kamu memuakkan! Engkau jahat! Enyahlah dari
hadapanku! Gara-gara kamu aku jadi susah! Cepat minggat!" Tentu ada
diantara Anda yang bertanya, apa yang harus kita lakukan pada paket kemasan air
dengan stiker kuning? Paket kemasan yang ketiga ini tidak diapa-apakan. Kata
anak sekarang: dicuekin. Jadi Anda
biarkan saja di tempatnya. Anggaplah dia tidak ada.
Demikianlah Anda lakukan ritual pengucapan
rangkaian kata positif dan negatif pada paket kemasan air berstiker hijau dan
merah secara teratur setiap hari selama satu bulan. Sekarang sudah genap
tiga-puluh hari sejak kita memulai eksperimen itu. Kita akan melihat hasilnya.
Pertama kita buka dulu paket kemasan air dengan stiker kuning. Setelah dicicipi
ternyata rasa airnya tidak enak dan baunya sedikit apek. Ternyata tidak adanya perhatian membuat kualitas air menjadi
menurun atau membuatnya basi. Kemudian kita buka segel tutup wadah untuk
kemasan merah. Setelah dicoba dan dirasakan, mutu airnya tidak berbeda jauh
dengan yang pertama. Sekali lagi, rasanya sedikit payau dan baunya tidak enak.
Terakhir kita buka paket kemasan air yang berwarna hijau. Hasilnya? Ternyata
aroma airnya segar, mirip seperti kita meminum air-pegunungan, dan rasa airnya
juga enak. Kayak ada manis-manisnya.
Mungkin ada diantara Anda yang mencibir bahwa
percobaan di atas terlalu mengada-ada, dan tidak mungkin sejumlah massa air
bisa berubah rasa dan aromanya setelah dibisikkan, didoakan, atau disumpahi
dengan kata-kata tertentu. Masaru Emoto, seorang ilmuwan Jepang, pernah
melakukan sejumlah percobaan terhadap air. Emoto melakukan eksperimen yang
mirip dengan contoh kita di atas, tetapi dia melangkah lebih jauh. Tetesan air
dari botol-botol ini kemudian ditempatkan pada satu irisan-bidang dan dibekukan
untuk membentuk kepingan es seperti kepingan salju. Temuannya sangat
mencengangkan. Kristal yang terbentuk dari air dengan kata-kata positif
ternyata lebih geometris dan estetis, sedangkan kristal yang berasal dari air
dengan pesan negatif memiliki bentuk kacau dan tidak seragam.
Siapa itu Emoto? Masaru Emoto (22-Jul-1943 -
17-Okt-2014) pada tahun 2008 menerbitkan temuannya di Journal of Scientific Exploration, setelah melakukan penelitian
intensif terhadap struktur molekul air selama bertahun-tahun. Lebih dari dua
ribu foto kristal air terdapat di dalam buku yang dikarangnya: Message from water (Pesan dari Air).
Emoto mengatakan bahwa air adalah "cetak biru terhadap realitas kita"
dan bahwa "energi" dan "getaran" yang emosional dapat
mengubah struktur fisiknya. Eksperimen kristal airnya dilakukan dengan
menempatkan air di dalam gelas, kemudian dia memaparkan kata, gambar, atau
musik. Selanjutnya dia membekukan sampel air tersebut, dan memeriksa sifat
estetika kristal es dengan bantuan fotografi mikroskopis. Dia mengklaim bahwa
air yang terkena ucapan dan pikiran positif menciptakan kristal es yang
"menyenangkan" secara visual, serta niat dan tindakan negatif
menghasilkan formasi es yang "jelek".
Dalam bukunya yang lain, The
Hidden Message in Water, Prof. Masaru
Emoto pernah mencoba segelas air diperdengarkan
dengan musik yang keras dan sedih (Heavy Metal dan "Farewell Song" dari
Chopin), dan hasilnya molekul air sama sekali tidak membentuk kristal.
Selanjutnya segelas air yang lain dari sumber yang sama diperdengarkan musik
yang lembut dan indah karya Beethoven dan Mozart, dan ternyata molekul air
membentuk kristal yang cantik. Kesimpulannya, partikel kristal air
terlihat menjadi “indah” dan “mengagumkan” apabila mendapat reaksi positif di
sekitarnya, misalnya diliputi oleh kegembiraan
dan kebahagiaan. Namun partikel kristal air terlihat menjadi “buruk” dan “tidak
sedap dipandang mata” apabila mendapat efek negatif disekitarnya, seperti dipaparkan dengan kesedihan dan bencana. Dalam bukunya, Prof. Emoto juga menegaskan ada kemungkinan
seseorang dapat sembuh setelah meminum air yang sudah didoakan, karena
air itu membawa pesan dari orang
yang mendoakannya.
Kita kembali kepada air yang manjur,
berkhasiat, mujarab, bertuah, atau apa pun sebutannya. Air itu dinamakan air
suci, yang berbeda dengan air kebanyakan. Air suci membawa manfaat, kegunaan,
dan kemaslahatan bagi mereka yang yakin dan percaya.
Bagi mereka tidaklah penting alasan atau penyebab yang membuat air itu menjadi
air suci. Umat berbagai agama juga yakin dan percaya air yang diambil dari
situs yang sakral layak dikategorikan sebagai air suci. Umat Islam percaya air
Zamzam yang diambil dari sumur di kawasan Masjidil Haram dianggap sebagai air
suci. Banyak peziarah yang melaksanakan ibadah Haji dan Umrah membawa pulang
air Zamzam sebagai oleh-oleh. Air Lourdes dipercaya merupakan air suci bagi
umat Katolik. Air ini berasal dari mata air di pegunungan Pyrenees, Perancis
Selatan. Setiap tahun dari Maret hingga Oktober banyak peziarah datang ke sini,
untuk mendapatkan berkah dan penyembuhan. Air suci bukan hanya berkhasiat untuk
penyembuhan penyakit, tetapi juga manjur sebagai pelepas dahaga, memberikan
berkah bagi mereka yang menyimpannya, mampu menangkal pengaruh buruk, bahkan
dapat membersihkan dosa bagi yang menggunakannya.
Umat Buddha sendiri memiliki situs
sakral sendiri yang kerap dikunjungi dan diambil airnya untuk kepentingan
upacara agung. Lokasi itu adalah Umbul Jumprit, satu kawasan mata air di lereng
Gunung Sindoro di sebelah barat Kota Temanggung. Sejak zaman Majapahit Umbul
Jumprit telah menjadi tempat pertapaan bagi para penganut Shiwa-Buddha. Sejak
tahun 1987 mata air tersebut dijadikan tempat mengambil air suci untuk ritual
perayaan Waisak Nasional di Candi Borobudur.
Dalam pujabakti yang dilakukan di vihara
dan dipimpin oleh rahib Buddhis, umumnya seksi acara telah menyiapkan air
upacara yang ditempatkan pada sebuah patha
atau mangkuk-bhikkhu. Selama upacara patha
berisi air itu diletakkan di altar, dan sepanjang acara pujabakti air itu telah
menerima getaran-getaran positif lewat pemanjatan paritta suci. Pada penghujung
upacara, Bhante atau Ayya akan membawa patha
itu berkeliling hingga mencapai barisan umat yang duduk di baris belakang.
Dengan bantuan sebuah sapu kecil sejumput air diambil, lalu seluruh umat yang
hadir dikepret secara bergiliran
dengan air suci itu. Percikan air membasahi wajah dan pakaian penulis, tapi
hati ini senang karena sudah lengkap mengikuti pujabakti dan menerima air suci
yang penuh berkah.
sdjn/dharmaprimapustaka/211103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar